Dalam era globalisasi, perusahaan multinasional memiliki kontribusi yang besar bagi pembangunan ekonomi suatu negara melalui investasi asing. Hampir seluruh negara berkembang memiliki kebijakan nasional untuk menarik investasi asing di wilayahnya, termasuk Indonesia. Salah satu caranya adalah melalui pembuatan Perjanjian Promosi dan Perlindungan Penanaman Modal (P4M). P4M adalah perjanjian antar negara yang memuat ketentuan standar perlindungan terhadap investasi asing dan mekanisme penyelesaian sengketa investasi di forum arbitrase internasional yang dikenal dengan nama Investor–State Dispute Settlement (ISDS). Dalam perkembangannya, ISDS dianggap sebagai mekanisme arbitrase yang tidak adil dan hanya menguntungkan kepentingan investor asing serta merugikan negara.
Pasar modal merupakan salah satu alternatif invetasi bagi masyarakat. Melalui pasar modal, investor dapat melakukan investasi di beberapa perusahaan melalui surat-surat berharga yang ditawarkan atau yang diperdagangkan di pasar modal. Sementera itu, perusahaan atau sering disebut sebagai emiten dapat memperoleh dana yang dibutuhkan dengan menawarkan surat-surat berharga tersebut. Adanya pasar modal memungkinkan para investor untuk memiliki perusahan yang sehat dan berprospek baik. Penyebaran kepemilikan yang luas akan mendorong perusahaan utnuk melakukan transparansi laporan keuangan. Hal ini akan mendorong perusahaan menuju terciptanya good corporate governance.
Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek atau perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya atau lembaga profesi yang berkaitan dengan efek untuk melakukan transaksi jual beli. Oleh karena itu, pasar modal merupakan tempat bertemu antara penjual dan pembeli modal/dana. Secara sederhana, pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar yang memperjualbelikan berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang, baik dalam bentuk utang atau modal sendiri yang diterbitkan oleh perusahaan swasta.
Berdasarkan Pasal 1 ayat 13 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, mengatakan bahwa: “Pasar Modal adalah sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan public yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. “
Tujuan pasar modal adalah mempercepat proses ikut sertanya masyarakat dalam pemilikan saham menuju pemerataan pendapatan masyarakat dalam pemilikan saham menuju pemerataan pendapatan masyarakat serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengerahan dana dan penggunaannya secara produktif untuk pembiayaan pembangunan nasional, sedangkan efek adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, bukti right (right issue), waran (warrant).
Lembaga lembaga penunjang Agar transaksi di pasar modal lancar, stabil, dan aman, maka hadirlah lembaga penunjang. Pelakunya seperti kustodian, wali amanat, penanggung, biro administrasi efek, Lembaga Penyelesaian dan Penyimpanan (LPP), serta Lembaga Kliring dan Pinjaman (LKP).
Bank Kustodian, Biro Administrasi Efek, Wali Amanat, dan Pemeringkat Efek.
1. Bank kustodian dijelaskan sebagai bank umum yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya. Lengkapnya, lembaga ini menjadi tempat yang menyediakan penitipan aset investasi, seperti saham, obligasi, hingga reksa dana. Selanjutnya, fungsi bank kustodian juga bertanggung jawab atas penagihan hasil penjualan dan juga penerimaan deviden yang jadi hak nasabah atau investor.
2. Biro Administrasi Efek bertugas melaksanakan pengelolaan administrasi saham pada pasar sekunder untuk kepentingan emiten. Biro administrasi saham pada pasar sekunder untuk kepentingan emiten. Biro Administrasi Efek dalam melaksanakan tugasnya telah memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang pasar modal.
3. Wali Amanat adalah Pihak yang mewakili kepentingan pemegang Efek yang bersifat utang (biasanya dalam bentuk Obligasi). Wali Amanat memiliki peranan yang penting bagi para kreditur (pemilik piutang) karena akan memberikan informasi yang terkini mengenai kondisi dan perkembangan Emiten terkait. wali amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek yang bersifat utang. Salah satu tugasnya adalah mewakili kepentingan para pemegang efek bersifat utang, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan kontrak perwaliamanatan dan peraturan perundang-undangan. Apabila wali amanat lalai dalam pelaksanaan tugasnya, wali amanat bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi kepada pemegang efek bersifat utang dan/atau sukuk atas kerugian karena kelalaian tersebut.
4. Perusahaan Pemeringkat Efek adalah Penasihat Investasi berbentuk Perseroan Terbatas yang melakukan kegiatan pemeringkatan dan memberikan peringkat. Dalam melaksanakan kegiatannya, Perusahaan Pemeringkat Efek wajib terlebih dahulu mendapatkan izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan. Perusahaan Pemeringkat Efek wajib melakukan kegiatan pemeringkatan secara independen, bebas dari pengaruh pihak yang memanfaatkan jasa Perusahaan Pemeringkat Efek, obyektif, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam pemberian Peringkat.
Perusahaan Pemeringkat Efek dapat melakukan pemeringkatan atas obyek pemeringkatan sebagai berikut:
• Efek bersifat utang, Sukuk, Efek Beragun Aset atau Efek lain yang dapat diperingkat;
• Pihak sebagai entitas (company rating), termasuk Reksa Dana dan Dana Investasi Real Estat Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif.
Dalam menjalankan usahanya, Perusahaan Pemeringkat Efek wajib berdomisili dan melakukan kegiatan operasional di Indonesia. Selain itu, Perusahaan Pemeringkat Efek juga wajib memiliki prosedur dan metodologi pemeringkatan yang dapat dipertanggungjawabkan, sistematis, dan telah melalui tahapan pengujian serta dilaksanakan secara konsisten dan bersifat transparan. Selanjutnya, Perusahaan Pemeringkat Efek yang melakukan pemeringkatan atas permintaan Pihak tertentu, wajib membuat perjanjian pemeringkatan dengan Pihak dimaksud.
Dalam perkembangannya Indonesia pernah mengalami sengketa investasi, awalnya terjadi karena adanya perselisihan perdata dengan PT. AMCO yang membuat kontrak sewa pembangunan dan pengelolaan Hotel Kartika Plaza, dengan PT. Wisma Kartika. PT. Wisma Kartika sendiri sepenuhnya dimiliki oleh Induk Koperasi TNI Angkatan Darat (INKOPAD). Kontrak semula diberikan untuk jangka waktu 30 tahun. Namun BKPM kemudian mencabut izin investasi PT. AMCO ketika baru memasuki tahun ke-9. PT. AMCO kemudian mengklaim bahwa militer Indonesia saat itu membantu PT. Wisma Kartika dalam pengambilalihan gedung Hotel Kartika Plaza. PT. AMCO lalu membawa sengketa ini ke arbitrase International Center for Settlement of International Dispute (ICSID). Tribunal ICSID kemudian memenangkan gugatan PT. AMCO dengan pertimbangan bahwa pencabutan izin investasi secara sepihak serta pengambilalihan gedung Hotel Kartika Plaza oleh militer merupakan bentuk pelanggaran komitmen perlindungan investasi. Indonesia kemudian kalah dan diharuskan membayar kompensasi sebesar USD 2,7 juta.
Dalam menjalankan usaha di era globalisasi ini terutama dalam bidang Investasi perlu dengan cermat untuk memberikan peraturan yang tegas untuk mengikat para investor. Negara Indonesia khususnya investasi asing sudah teramat lumrah di kalangan masyarakat bahkan masyarakat sudah mulai terkana rayuan dan keuntungan yang di janjikan oleh para investor tanpa harus mempertimbangkan dari berbagai aspek.
Negara berkembang seperti Indonesia menjadi ladang basah bagi investor asing untuk melakukan investasi karena potensi sumber daya alam dan keadaan social yang menguntungkan bagi mereka, disinilah perlu adanya peraturan yang memberikan gambaran bahwa Negara berkembang seperti Indonesia mampu mengelola dan memanfaatkan investor yang ingin berinvestasi di Indonesia. Dalam perkembangan Peraturan Perundang undangan Indonesia UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja merupakan omnibus law yang mengatur perubahan peraturan beragam sektor dengan tujuan memperbaiki iklim investasi dan mewujudkan kepastian hukum. Dengan demikian, revisi memangkas pasal-pasal yang tidak efektif. Terobosan ini diperlukan untuk memperbaiki iklim berusaha, memperbaiki kebijakan horizontal dan vertikal yang saling berbenturan, meningkatkan indeks regulasi Indonesia yang masih rendah, mengatasi fenomena hyper regulation dan kebijakan tidak efisien, serta UU yang bersifat sektoral dan sering tidak sinkron.
Di negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan semua sumberdaya yang ada di dalam nya semoga dengan adanya peraturan dan kebijakan yang di buat oleh pemerintah mampu memberikan kepastian hukum seperti yang di cita citakan, karena sering kali peraturan yang sudah mempuni terhambat lagi oleh sumberdaya manusia yang amat rakus terhadap rayuan dan keuntungan yang di janjikan oleh Investor asing. Saya percaya bahwa Indonesia negara yang maju dalam segala bidang terutama dalam bidang sumber daya pikiran sehingga tidak terjadi lagi yang namanya penyeludupan dalam peraturan perundang undangan yang menguntungkan investor asing.
Penyusun
Kelompok 12 Hukum Investasi D1:
1. Ewan Satriawan ( D1A017093 )
2. Rizkika Wahyuningsih (D1A020459)
3. Aryo Ramli Winata Atmaja (D1A019078)
4. Legi Aprila (D1A118136)
5. Rahma Elyunisa ( D1A020436 )