Laporan, Adeka
Ruang kelas tidak seperti kelas pada umumnya, sempit. Tidak ada plafon dan lampu. Tidak heran, saat cuaca mendung, ruangan kelas menjadi gelap.
Tak hanya itu, papan tulis yang digunakan pun seadanya. Sebagian besar jumlah kursi yang tersedia tidak layak pakai.
Itulah sekelumit kisah pilu Sekolah Dasar Islam (SDI) Amanah. Salah satu sekolah pelosok yang bertempat di Desa Kekait, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat (Lobar).
Untuk ke sekolah ini, memakan waktu kurang lebih 15 menit menggunakan sepeda motor dari Kantor Kepala Desa Kekait. Jalan bertanjak dan licin harus dilalui agar bisa melihat kondisi SDI Amanah.
SDI Amanah merupakan sekolah dasar yang didirikan atas dasar keprihatinan kepada masyarakat Dusun Batu Butir karena jauh dari wilayah pendidikan.
“Gedung yang digunakan untuk belajar ini merupakan tanah dan bangunan dari mertua saya,” kata Kepala Sekolah SDI Amanah, Supartini kepada wartawan mediaunram.com, beberapa hari lalu.
Sebelum dijadikan sebagai sekolah dasar, lanjut Supartini, gedung tersebut digunakan sebagai Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).
Gedung PKBM juga digunakan sebagai PAUD, paket A, paket B, paket C. Kemudian digunakan sebagai tempat mengembangkan kemampuan masyarakat, seperti ruangan kursus menjahit, pembuatan dodol dan sebagainya.
“Biasanya juga disebut sebagai gedung belajar bersama,” lanjutnya.
Kini, bangunan yang hanya memiliki satu ruangan memanjang itu, diberi sekat-sekat sebagai pembatas antar kelas.
Bagaimana awal terbentuknya SDI Amanah?
Tahun 2006, gedung ini dibentuk sebagai wadah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dengan memiliki 10 siswa. Namun, para siswa lulusan PAUD di sekitar wilayah tidak memiliki sekolah lanjutan, karena kondisi daerah masyarakat jauh dari pendidikan.
Berangkat dari situ, tahun 2007 gedung tersebut dijadikan sekolah dengan nama Sekolah Dasar Islam Amanah. Sebuah sekolah di bawah naungan Yayasan Pendidikan Sosial.
“Pada tahun 2007 sekolah ini beroperasi setelah surat operasionalnya keluar,” kata Supartini.
Kini, Siswa/i SDI Amanah berjumlah 96 orang, dengan guru sebanyak tujuh orang. Supartini menjelaskan, sebelumnya guru yang mengajar sebanyak orang.
“Tiga orang orang sudah memiliki sertifikasi mengajar, jadi dipindahkan sesuai dari sertifikasinya,” ungkapnya. Guru yang mengajar di sana tidak lain berasal dari Desa Kekait itu sendiri.
Meskipun jauh dari kata layak, fasilitas tidak memadai, namun murid-murid SDI Amanah tetap semangat mengikuti pembelajaran. Pun dengan tenaga pengajar, guru di sekolah tersebut mengajar dengan penuh keikhlasan. Hal tersebut dapat dilihat dari semangat kedua pihak saat proses belajar mengajar.
Apakah SDI pernah disentuh pemerintah?
Menjawab pertanyaan itu, Supartini menuturkan, beberapa tahun lalu, tepatnya di tahun 2019, SDI Amanah pernah ditinjau pemerintah. Dari tinjauan tersebut, pihaknya mendapatkan Dana Alokasi Khusus. Tidak hanya itu, SDI Aminah juga mendapatkan dana aspirasi RKP bagi PAUD, kelas 5 dan 6.
Namun, kini belum ada keberlanjutan pemerintah tentang hal tersebut. “Tetapi di tahun ini pihak sekolah akan mengajukan proposal ke pemerintahan,” katanya.
Karena masih dalam kondisi pandemi, tahun 2021, lanjut Supartini, belum berani bersurat ke pemerintahan terkait sistem belajar mengajar dilakukan dalam jaringan (daring). Karena murid-murid SDI Amanah tidak dapat belajar daring, karena wilayah Dusun Batu Butir memiliki keterbatasan akses internet.
Kepala sekolah berharap, SDI Amanah bisa ditinjau lagi oleh pemerintah, karena sekolah ini memiliki banyak keterbatasan. “Kita tau sendiri kan gimana keadaan sekolah ini,” pungkasnya.