28.8 C
Mataram
Friday, May 23, 2025
spot_img

Potensi Kembalinya Dwifungsi ABRI: Deja Vu Orde Baru?

Sejarah Singkat Dwifungsi Abri

Pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) tidak hanya berperan sebagai alat pertahanan negara, tetapi juga memiliki fungsi pada sosial-politik. Konsep ini dikenal sebagai “Dwifungsi ABRI”, di mana militer memiliki peran signifikan dalam pemerintahan, parlemen, sektor ekonomi, maupun sipil. Akibatnya, banyak perwira militer yang menduduki posisi strategis dalam sektor-sektor tersebut.

Konsekuensinya, dwifungsi ABRI membuat demokrasi Indonesia terganggu, mulai dari kebebasan sipil yang dibatasi, hingga Pembungkaman para aktivis. Reformasi 1998 menjadi momentum untuk menghapus peran sosial-politik TNI. Sejak itu, militer dikembalikan ke tempat yang seharusnya, fokus pada pertahanan, dan tidak lagi ikut campur dalam urusan politik.

Revisi UU TNI

Dua dekade setelah reformasi, wacana peran ganda militer kembali muncul lewat revisi UU TNI. Dalam draf revisi yang kini dibahas di DPR, ada beberapa poin yang memicu perdebatan.

Salah satunya soal penempatan prajurit TNI aktif di jabatan sipil. Saat ini, UU TNI hanya memperbolehkan prajurit aktif mengisi posisi di 10 kementerian/lembaga tertentu. Tapi, di revisi baru, jumlah itu bertambah jadi 18. Beberapa lembaga baru yang dibuka untuk perwira TNI aktif antara lain Kejaksaan Agung, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Keamanan Laut, dan lain sebagainya.

Selain itu, ada juga usulan memperpanjang usia pensiun anggota TNI. Untuk perwira, masa dinas bisa diperpanjang hingga usia 60 tahun, bahkan sampai 65 tahun kalau memegang jabatan fungsional.

Deja Vu, akankah Orde baru akan kembali?

Banyak pihak khawatir terkait revisi ini. Masyarakat menilai perluasan jabatan untuk prajurit TNI aktif di lembaga sipil berpotensi membangkitkan kembali dwifungsi ABRI, meskipun dalam ‘wajah baru’.

Birokrasi sipil sudah memiliki Aparatur Sipil Negara (ASN). Jika prajurit TNI aktif mulai masuk ke jabatan sipil, dikhawatirkan akan mengganggu netralitas institusi negara.

Sementara itu, pemerintah menegaskan bahwa revisi UU TNI dirancang untuk meningkatkan profesionalisme militer tanpa mengembalikan peran dominan militer dalam kehidupan sipil seperti pada masa orde baru.

Pimpinan DPR RI meyakini bahwa revisi UU TNI tidak akan memperluas penempatan prajurit aktif di jabatan sipil. Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir menekankan bahwa pembahasan revisi UU TNI akan difokuskan pada masa pensiun prajurit dan tidak akan mengembalikan dwifungsi ABRI.

Revisi UU TNI ini menjadi ujian bagi demokrasi Indonesia. Sebagian melihatnya sebagai upaya memperkuat profesionalisme militer, sebagian lagi menganggap ini langkah yang membahayakan demokrasi.

Yang jelas, kasus ini menimbulkan pertanyaan serius, apakah Indonesia akan kembali menerima peran militer dalam kehidupan sipil seperti era Orde Baru?

Media
Mediahttps://mediaunram.com
MEDIA merupakan unit kegiatan mahasiswa (UKM) Universitas Mataram yang bergerak di bidang jurnalistik dan penalaran.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

20,000FansLike
1,930FollowersFollow
35,000FollowersFollow

Latest Articles