Unram, MEDIA- Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Unram untuk menambah kuota mahasiwa penerima Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK). Namun di sisi lain, kebijakan ini mencekik mahasiswa yang membayar uang pendidikan per semesternya.
Hasil audiensi BEM Unram dan pihak birokrasi pada Senin, (6/5) menyebutkan, bahwa kenaikan ini untuk meningkatkan kuota mahasiswa penerima KIPK.
Dari hasil audiensi yang disampaikan oleh Prof. Dr. Sukardi, M.Pd. Wakil Rektor Bidang Keuangan dan Umum, bahwa kenaikan UKT ini untuk meningkatkan kuota bidikmisi.
“naiknya UKT untuk meningkatkan kuota bidikmisi. Dan harapannya 50% mahasiswa Bidikmisi”. Ucapnya.
Padahal jika mengacu pada Asas Kepentingan Umum, kebijakan yang mendahulukan kesejahteraan dan kemanfaatan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, selektif dan tidak diskriminatif.
Dalam suatu pengambilan kepentingan umum maka tidak boleh juga mengenyampingkan kepentingan umum yang lain.
Dengan penyampaian WR II dalam audiensi, maka untuk mendapat kuota tambahan kuota KIP-K, maka harus mengorbankan mahasiswa lain dengan cara menaikan UKT.
Kenaikan UKT ini diketahui setelah diberlakukan nya peraturan, Keputusan Mendikbudristek No. 54/P/2024 tentang Besaran Standar Satuan Biaya Operasional Perguruan Tinggi (SSBOPT) di bawah Kemendikbudristek.
Jika kita lihat dari keputusan di atas besaran kenaikan UKT mestinya ditentukan dari tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan per kapita masyarakat. Dalam keputusan tersebut Pulau Jawa, Bali, dan NTB tergabung menjadi satu bagian standarisasi tingkat pendapatan dan pertumbuhan ekonomi.
Jika mengacu pada data tingkat pertumbuhan ekonomi tahun 2023, wilayah Bali sebesar 5.71%, Jawa Barat 5%, Jawa Timur 4.95%, Jawa Tengah 4,98%, DI Yogyakarta 5.07%, DKI jakarta 4, 96% sedangkan NTB pertumbuhan Ekonominya hanya 1,8%.
Terlepas dari itu, apakah bisa dipastikan bahwa kenaikan kuota penerima KIP-K bisa tepat sasaran, melihat banyaknya mahasiswa yang tidak layak dapat namun nyatanya dapat bantuan KIP-K. (Albn)