Mataram, MEDIA – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram bekerja sama dengan AJI Jakarta menggelar diskusi dan bedah buku A Giant Pack of Lies Part II pada Sabtu (15/2). Dalam acara ini, AJI menyoroti tingginya angka perokok anak dan mendorong pemerintah memperkuat regulasi guna melindungi generasi muda dari paparan rokok.
Ketua AJI Mataram, M. Kasim, mengungkapkan bahwa perokok anak masih banyak ditemukan, sesuai dengan data yang menunjukkan prevalensi perokok di Indonesia mencapai 70 juta orang, dengan 7,4 persen di antaranya adalah anak berusia 10-18 tahun. Ia menyoroti maraknya iklan, promosi, dan sponsor rokok di ruang publik yang membuat anak-anak semakin mudah mengakses produk tembakau.
“Saya sering melihat anak pulang sekolah bukannya langsung ke rumah, tapi justru mampir ke warung untuk membeli rokok batangan,” kata Kasim.
Menurutnya, meskipun Kota Mataram memiliki Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), penerapannya masih belum efektif. Tantangan terbesar adalah iklan rokok yang masih marak, meskipun Kota Mataram berstatus madya dalam kategori Kota Layak Anak.
Ketua AJI Jakarta, Irsyan Hasyim, menambahkan bahwa buku A Giant Pack of Lies Part II merupakan hasil investigasi mendalam mengenai industri rokok di Indonesia, termasuk bagaimana regulasi diubah melalui UU Omnibus Law yang justru memberi celah bagi industri rokok untuk tetap berkembang.
“Apakah Omnibus Law ini mematikan petani tembakau? Buku ini juga memotret rantai pasok dan industri tembakau di Indonesia,” ujar Irsyan.
Ia juga menyoroti dampak iklan rokok terhadap anak-anak yang berpotensi menjadi perokok aktif baru serta peran sponsor rokok dalam dunia olahraga.
Asisten II Setda Kota Mataram, Miftahurrahman, mengaku terkesan dengan isi buku tersebut. Ia menilai akses anak-anak terhadap rokok saat ini semakin mudah dibandingkan dengan zaman dahulu.
“Dulu, rokok itu untuk kalangan mewah. Sekarang, anak SD pun bisa membelinya dengan mudah,” katanya.
Miftahurrahman menegaskan bahwa Pemerintah Kota Mataram terus berupaya menekan angka perokok anak melalui regulasi yang ada, termasuk Perda KTR dan Instruksi Wali Kota tahun 2018 untuk mengamankan anak-anak dari zat adiktif tembakau.
Ketua DPRD Kota Mataram, Abdul Malik, juga menekankan pentingnya perubahan pola pikir masyarakat terkait kawasan tanpa rokok.
“Regulasi ini sudah kita bicarakan dengan pemerintah kota. Kita akan segera bahas lebih lanjut,” katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Mataram, Dewi Ayu Murniati, menyebutkan bahwa meskipun masyarakat sudah paham bahaya merokok, jumlah perokok tetap tinggi.
Menurutnya, hasil skrining di Kota Mataram menunjukkan bahwa 8 persen anak usia 10-15 tahun sudah mulai merokok.
“Mayoritas alasan mereka adalah karena orang tua mereka juga merokok, teman sebaya, atau sekadar coba-coba,” ujarnya.
Dewi juga menyoroti dampak rokok terhadap perokok pasif, terutama anak-anak, ibu hamil, lansia, dan orang dengan penyakit bawaan.
“Ada isu ke depan bahwa penyakit akibat rokok tidak akan di-cover BPJS. Ini bakal merugikan masyarakat itu sendiri,” jelasnya.
Acara bedah buku ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi pemerintah dan masyarakat untuk lebih serius dalam mengendalikan konsumsi rokok, terutama di kalangan anak-anak. (rfi)