Oleh: Azis Meinudin
Mahasiswa Prodi Sosiologi 2018
“Semakin aku banyak membaca,semakin aku berpikir, semakin aku banyak belajar, semakin aku sadar bahwa aku tak mengetahui apa apun” ( Voltair )
Membaca adalah sebuah kebutuhan setiap individu, tatkala hasrat ingin selalu mengetahui sesuatu, menggali dan mencari tahu tidak lain hanya dalam membaca itu sendiri.
“Dengan membaca, membuka jendela dunia” kutipan sejak dini familiar kita dengar penanaman akan literasi dan akan kesadaran. Ir. Soekarno dalam kisahnya “Buku Saku Tempo” menceritakan sosoknya yang gemar membaca hingga dalam tolilet pun beliau sanggup melahap banyak buku buku dan membaca aktif, hingga tak heran memunculkan pemikiran yang luar biasa dan menjadi tokoh pahlawan. Bahkan, Thomas Alva Edison seorang penemu lampu bohlam yang dalam sejarah hidupnya sejak kecil mempunyai rasa ingin tahu yang mendalam dan mengoleksi banyak buku yang dibaca.
Melalui pengajaran huruf abjad dari A-Z, pengejaan dan kelancaran sudah menjadi modal yang cukup untuk membaca. Dewasa ini dimensi dalam literasi sudah beragam bentuknya tidak hanya membuka lembaran buku dengan bau kertas yang khas, akan tetapi kehadiran tekhnologi sebagai penunjang kebutuhan manusia hanya dengan menghusap layar.
Dalam dunia literasi dimensinya berbeda, sekarang ini dalam pemenuhan rasa ingin tahu tidak hanya dengan merogoh kantong untuk membeli buku, bahkan membeli Koran untuk mencari berita berita yang aktual. Tetapi kehadiran tekhnologi mempermudah untuk mendapatkan sesuatu,Sebut saja televisi, radio, bahkan gadget.
Akan tetapi, semua kalangan saat ini nampaknya tidak terlepas dari benda yang canggih yakni gadget, semua sangat senang bermain benda yang satu ini. Mudahnya mengakses segala hal yang diinginkan hanya dengan mencarinya di mbah google, ternyata hitungan detik muncul berita ataupun kejadian yang update dari belahan dunia.
Sangat praktis bukan? Dalam membaca juga sangat mudah entah itu membaca berita, ataupun mencari sebuah buku pegangan yang kita sukai dalam bentuk E-book. Sederhananya, pelangi dalam berliterasi menyebabkan pandangan yang sangat luas dan pikiran menjadi terkumpul dalam dua dimensi membaca yang berbeda antara membaca dalam bentuk buku dan membaca dalam bentuk layar.
Dalam tekhnologi baik itu gadget banyak sekali menwarkan wahana untuk menarik daya minat para penggunanya, sebut saja itu media sosial, game, bahkan menonton video. Tidak bisa dipungkiri hal itu sangat dominan disukai dari jenjang dewasa, remaja, bahkan anak anak. Tak heran aktivitas membaca kadang menjadi kurang dominan. Data kemenkominfo merlis pengguna internet Indonesia pada tahun 2019 sebanyak 63 juta orang, 95% diantaranya menggunakan media sosial. Akses fecebook dan Twitter paling tinggi dan berada setelah US, Brazil, dan India. Hal itu tidak keliru bahkan menjadi apresiasi masyarakat Indonesia sudah melek terhadap kemajuan.
Kita sepakat bahwa pada hari ini hal-hal dominan yang mencerminkan keilmuan baik dalam jenjang pendidikan bahkan lingkungan umum sudah diisi dengan aktivitas tentang gadget dengan segala keseruannya. Dalam contoh sederhana, melepas lelah dan bersantai tak jarang kita menikmatinya dengan secangkir kopi dan teh ditemani sebuah buku bacaan lalu berdiskusi , tersingkirkan dengan wahana permainan yang sangat menarik dan sangat seru atau bahkan mengabadikan moment dengan selfie dan berpose hingga mengekspresikan diri dalam sebuah aplikasi yang familiar.
Hal tersebut yang menyebabkan masih kosongnya ruang ruang diskusi dan berbagi pengetahuan dalam diri, terlebih itu dalam civitas akademisi,. Data UNESCO pada tahun 2016, minat baca masyarakat Indonesia sangat memperihatinkan, minat baca Indonesia berada pada peringkat ke-60 satu tingkat diatas Botswana salah satu negara di Afrika, Serta survey berbagai LSM yang menyadari hal itu.
Era baru bukan menjadi suatu batu penghalang dalam menumbuhkan semangat membaca, tetapi tantangan dalamnya harus bisa menyeimbangkan gairah dalam indahnya membaca. Imajinasi yang dapat kita tangkap tidak hanya terpampang dalam rak buku yang berjejer dalam perpustakaan, tapi dalam ruang dan waktu dimana pun kita dapat menikmatinya dengan usapan layar.
Karena membaca kita kembali ke masa lalu, mengelilingi dunia, mengetahui jiwa besar para pendiri bangsa, salah satu contoh kecilnya dan mungkin banyak versi yang kita sukai,juga dengan bidang keilmuan masing masing dan basicnya sangat bervarian terutama dalam akademik sehingga menaruh pemikiran yang pokok kedalam suatu narasinya yakni menulisnya dan mengamalkannya.
Dewasa ini, ditandai berbagai macam perubahan dalam setiap asfek kehidupan manusia baik itu ekonomi, politik, maupun budaya. Keterbukaan informasi yang ditandai dengan era gobalisasi menaruh manusia dalam suatu integrasi yang tidak mengenal batasan ruang dan waktu. Sejumlah aktivitas dan keseharian yang beragam dapat kita jumpai dalam suatu benda yang dinamakan tekhnologi.
Seiring berjalannya waktu, benda benda tersebut diciptakan atas rasa bentuk ide dan gagasan penemunya untuk semata mata mempermudah jalannya roda kehidupan manusia. Tatkala mempunyai rasa ingin tahu yang sangat mendalam.
Literasi digital perlu ditingkatkan, beriringan dengan penggunaan tekhnologi yang semakin pesat. Keberadaan manusia dalam dunia sosial dan dunia nyata, memposisikan kita dalam komunikasi massa dan komunikasi sosial.
Disamping perlunya berpartisipasi dalam kemajuan dan mempermudah tatanan kehidupan manusia, tetapi disamping itu pertemuan dalam dunia nyata dan sosial, sebagai perwujudan dan menjaga tali perjumpaan dalam masyarakat.
Pengetahuan dan penulisan, terus menerus dalam cipta sebagai karya, sehingga warna warni yang bertemu dan digali dalam buku ataupun dalam tekhnologi sendiri esensinya sama yakni menambah pengetahuan dan memperkaya diri dengan pengetahuan, karena “ terpujilah mereka yang gigih sebarkan bahan bacaan, kepada mereka yang haus ilmu pengetahuan,merekalah yang menyodorkan jendela dunia,” (Najwa sihab, duta baca Indonesia).