Oleh: Yusran Baihaqi
Hampir seminggu terakhir ini, saya rutin mengajari anak-anak SD di Gili Asahan untuk upacara bendera memperingati kemerdekaan Republik Indonesia. Hanya berbekal pernah menjadi petugas upacara ketika SMA dulu, saya nekat untuk mengajari mereka.
Tetapi ada percakapan sederhana dengan salah satu orang tua murid ketika saya sedang meminum secangkir kopi sesudah upacara bendera. “Apakah Indonesia sudah benar-benar merdeka?” Ucapnya
Pertanyaan yang awam ditanyakan oleh para aktivis atau kawan-kawan diskusi saya ketika mendekati tanggal 17 Agustus. Lalu saya pun menjawab seadanya tanpa beretorika dan dengan menanggalkan idealisme saya.
Pertanyaan itupun masih terngiang-ngiang sampai saat saya menulis ini. Mungkin banyak dari kita yang sering bertanya-tanya apakah Indonesia sudah benar-benar merdeka?
Jika kita mengatakan Indonesia belum merdeka, alangkah tidak menghargainya kita jasa-jasa para pahlawan yang sudah mengorbankan jiwa dan raganya untuk kemerdekaan negara Indonesia ini.
Jadi saya rasa pertanyaannya mungkin harus diganti dengan “Apakah rakyat sudah merasakan dampak dari kemerdekaan Indonesia?” Mungkin itu pertanyaan yang lebih tepat dan sedikit menarik. Jika pertanyaannya seperti itu, saya raya masih belum semua rakyat Indonesia merasakan dampak dari kemerdekaan.
Masih banyak lahan warga yang di rampas, anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan yang layak atau orang-orang yang harus berjalan puluhan kilometer hanya untuk sekadar mendapatkan air bersih. Dan tentu masih banyak jika harus disebutkan satu-persatu.
Terlalu naif jika kita menyerahkan seluruh tugas tersebut terhadap pemerintah, adalah tugas kita semua untuk mewujudkan kemerdekaan itu bagi seluruh rakyat Indonesia.
Untuk menutup tulisan ini saya ingin mengutip sebuah doa dari penulis ternama Indinesia yaitu Boy Candra yang rutin menjadi doa saya juga hampir 4 tahun terakhir ini. Kurang lebih doanya seperti ini.
“Jauhkanlah kami dari perasaan paling paham akan bangsa ini. Paling memiliki bangsa ini. Lalu bersikap seolah orang yang berbeda, orang yang tak sepandangan adalah musuh. Hal yang demikian sungguh cara untuk memecah kebersamaan. Jadikanlah kami yang mau belajar. Terus belajar.”
Banyak rakyat Indonesia yang merasa paling paham dan paling memiliki bangsa ini, semua harus mengikuti pemikirannya, jika berbeda maka orang itu adalah salah dan merasa berhak untuk memusuhinya.