Mita: Swab kedua Ivan dilakukan setelah atau sebelum meninggal?
Media Unram – Kasus meninggalnya Ivan Fauzi Ridwan, mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Mataram (Unram) yang dinyatakan positif Covid-19 oleh Rumah Sakit (RS) Unram nampaknya menimbulkan tanda tanya bagi keluarga.
Kakak kandung Ivan, Mita Damayanti meragukan hasil swap RS Unram yang menyatakan bahwa adiknya terkena virus Covid-19. Pasalnya, hasil tes pertama dan kedua berbeda.
“Kok bisa hasil pertamanya negatif. Terus hasil keduanya positif,” katanya saat ditemui Media Unram di M Hotel, Cakranegara, Kamis (17/9).
Mita menjelaskan, swab tes pertama benar, minimal 2×24 jam. Waktu tesnya Jumat (11/9) pukul 06.03 WITA. Minggu (13/9) pukul 07.27 WITA, hasilnya keluar.
Kemudian, lanjut Mita, saat swab kedua, waktu tesnya Minggu (15/9) pukul 01.34.36 WITA, dan hasilnya keluar pukul 01.34.59. Selisih 32 detik.
“Ivan meninggal pukul 00.35. Nah dia di swab kedua setelah dia meninggal atau sebelum?,” heran Mita.
Lebih jauh Mita menjelaskan, pihak keluarga sudah menanyakan hal ini kepasa pihak RS. Mereka mengaku, lanjut Mita, human error. Buru-buru. Swab tes tidak hanya malam itu, tapi tanggal 14 pagi.
“Cuman karena Ivan keburu meninggal, jadi saya langsung buru-buru telpon lab minta langsung dikeluarin hasil swabnya,” ceritanya, menjelaskan perkataan pihak RS Unram.
Terkait hal itu, Mita dan ayahnya, Mumu Muhidin meminta rekaman cctv RS Unram. Untuk memastikan apakah Ivan benar sudah dilakukan tes swab. Namun, pihak RS meminta Mita dan ayahnya datang pada keesokan harinya.
“Kita juga sempat berdebat dengan pihak RS. Masa cuman mau nonton rekaman cctv aja harus pake surat segala. Setau saya, nggak perlu pake surat. Saya ini ayahnya. Orang tuanya,” ucap bapak yang berasal dari Sukabumi, Jawa Barat itu.
Sebelumnya, kata Mita, Senin (7/9) lalu mereka mendapatkan surat rujukan untuk melakukan rapid tes di RS Hepatica. Dari hasil tes tersebut, adiknya dinyatakan reaktif dan dia non reaktif. Kemudian, Kamis (10/9) Ivan dibawa menuju RS Unram untuk dilakukan swap tes, dan mendapatkan giliran pada hari Jumat. Begitu sampai di RS, Ifan segera dibawa ke ruang isolasi.
“Waktu hari Jumat itu, ketika saya mau swab Ivan, kondisinya gak memungkinkan banget. Benar-benar udah down,” kata alumni FKIP Unram ini.
Yang membuat curiga juga, lanjutnya, saat petugas RS menjelaskan kepada pihak keluarga untuk tetap tenang dan merasa khawatir jika seandainya Ifan terkena virus Covid-19. Tes dahak, tes darah, dan semuanya ditanggung pemerintah.
“Jadi seakan-akan dia udah ngasi tau semua, tapi saya gak ngeh. Terus, sorenya dibawa ke ruang isolasi. Disini saya juga sempat mikir, ‘kenapa ya diisolasi banget’, mungkin karena dia reaktif,” bebernya.
Pada waktu yang sama, Yudi Kurniawan menjelaskan, keluarga sudah memeriksa di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Pihak keluarga mengkhawatirkan Ivan mengidap penyakit pneumonia.
“Waktu di sana, disuruh ronsen. Setelah itu, dirujuk di RS Catur Warga. Hasilnya TBC. Syukur gak ada pneumonia, karena itu sebelas dua belas sama corona,” beber Yudi.
Bagaimana tanggapan Pihak RS Unram terkait hal ini?
Sementara itu, Media Unram juga menguhubungi pihak RS Unram. Wakil Direktur RS Unram dr. Adnanto Wiweko mengakui, ada gejala pada pernapasan Ivan.
“Setelah kita tracking dan cek memang menderita TBC dan sudah diterapi hampir satu tahun. Karena saat ini TB dan Covid gambaran paru-parunya mirip. Sementara kita sesuaikan dulu, saya kan harus melindungi pasien lain,” katanya saat ditemui Media Unram, Jumat (18/9).
Kemudian, lanjutnya, alasan dilakukannya swab tes sebanyak dua kali berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) terbaru, yang keluar Juli lalu. Untuk pasien yang dirawat di rumah sakit, swabnya dilakukan sebanyak dua kali. Baik di hari pertama atau ketiga, tergantung kondisi pasien.
“Kami melakukannya di hari pertama dan ketiga, tanggal 11 sama tanggal 13 atau 14, saya agak lupa. Intinya dua kali, karena beda protokol dengan yang di rumah. Kalo yang di rawat di rumah swabnya untuk mengetahui dia sudah sembuh atau belum bisa satu kali, dua kali, atau tiga kali. Ketika sudah negatif, sudah selesai,” bebernya.
Adnanto menjelaskan, karena di RS terdapat pasien lain, kita harus tau jenis penyakitnya, dan yakin bahwa penyakitnya memang ada. Alasan swab pertama dan kedua berbeda, karena penyebaran virus ketika tes pertama tidak terlalu banyak.
“Jadi di PCR hasilnya negatif. Begitu sudah beberapa hari dia berkembang, dan virusnya banyak yang terambil dan hasilnya positif,” katanya.
Selanjutnya, dia mengatakan adanya kesalahan dari tes pertama. “Kami melakukan semua pasien termasuk ibu hamil yang melahirkan di sini untuk tes swab sebelum dan sesudah operasi. Untuk meyakinkan dia sudah bebas. Kalo positif ya sesuai aturan, pertama pengobatannya covid, kedua ga boleh ditarik biaya, ketiga kalo meninggal harus ikut protokol,” pungkasnya. Bersambung (khn)