M Rizky Tafaul (Mahasiswa FISIPOL)
Semenjak bulan Desember lalu, hiruk pikuk pesta demokrasi sudah mulai terjadi di lingkungan kampus tercinta Univeritas Mataram. Atmosfer persaingan antar setiap calon semakin terasa, suasana kampanye menghiasi dinamika kehidupan demokrasi di kalangan mahasiswa, siapakah yang paling layak dan pantas mengisi posisi strategis tertinggi di lingkungan kampus ini.
PEMIRA tahun ini, terdapat tiga bakal calon ketua dan wakil ketua BEM Universitas Mataram periode 2022/2023, pasangan calon urut pertama membawa tagline “Kolaborasi Garuda”, pasangan calon urut kedua “Unram Unity”, dan pasangan calon urut ketiga dikenal dengan tagline “Poros Kebhinekaan”.
Kemeriahan pesta demokrasi ini tiba-tiba tergerus setelah pada tanggal 21 Desember, KPRM sebagai penyelenggara secara mengejutkan mengeluarkan berita acara Thechinacal Meeting PEMIRA Universitas Mataram dengan keputusan bahwa; “Pelaksanaan Pemilihan Raya Mahasiswa tingkat Universitas dilaksanakan secara Offline (langsung)”, dengan merujuk pada Ketetapan Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Mataram Nomor: 007/TAP/DPM/UM/Xl/2021.
Keputusan sepihak ini menjadi sebuah polemik diskusi di kalangan mahasiswa, mengingat kondisi mahasiswa yang saat ini sedang melaksanakan libur akhir semester dan KKN. Ini merupakan awal dari degradasi nilai demokrasi di kampus terbaik NTB (Universitas Mataram) dimana terjadi pelanggaran asas pokok demokrasi “partisipasi” di PEMIRA kali ini, bahwa jika pelaksanaan PEMIRA dilaksanakan secara langsung (offline) maka ketersediaan partisipasi mahasiswa sebagai pemilih secara otomatis akan berkurang drastis.
Tak hanya itu, dalam proses PEMIRA tahun ini time line yang dikeluarkan KPRM dalam laman instagram @kprm_unram21 tidak sesuai dengan fakta di lapangan, pemungutan suara yang seharusnya dilaksanakan pada tanggal 30 desember 2021 sampai awal januari ini masih tidak ada kejelasan baik itu dari penyelenggara KPRM, DPM maupun birokrasi kampus. Ini menandakan proses PEMIRA tahun ini sarat akan kepentingan dan tidak adanya keterbukaan KPRM sebagai penyelenggara.
Permasalahan-permasalahan tersebut sudah lama dirasakan mahasiwa, kepedulian mahasiswa akan demokrasi kampus dapat dilihat dari respon yang diberikan, salah satunya melalui aksi yang dilaksanakan pada tanggal 24 Desember 2021 di halaman gedung rektorat Universitas Mataram. Aksi ini bertujuan untuk menyelamatkan demokrasi kampus, bahwa PEMIRA ini bukan hanya milik KPRM atau DPM, melainkan seluruh mahasiswa Universitas Mataram, namun hingga sampai saat ini, aksi tersebut tidak direspon dengan tegas oleh KPRM, DPM maupun birokrasi, sehingga terjadi kebingungan yang dirasakan tidak hanya oleh mahasiswa secara umum tetapi juga kepada para bakal calon BEM.
Di satu sisi, pelaksaan PEMIRA Unram yang tidak ada kejelasannya berdampak terhadap kegaiatan Organisasi yang lain. Terhambatnya pogram kerja dan tersendatnya Dana pelaksanaan. Hal itu terjadi karna terlambatnya proses pelantikan dan pemberian SK bagi kepengurusan Yang baru.
Bukan hanya itu, Kejelasan terkait pembayaran UKT dari tahun ketahun Kawan Kawan BEM selalu advokasikan sehingga diberlakukan perpanjangan pembayaran, lalu tahun ini siapa yang akan mengadvokasikan? Tentu hal ini sangat berdampak kepada mahasiswa. Melihat 3 tahun terakhir kondisi perekonomian kita ditengah pandemi ini tidak pernah stabil. Kejelasan SK Bantuan pun menjadi pertanyaan Besar Bagi saya pribadi. Jangan sampai dengan adanya kekosongan jabatan BEM ini dimanfaatkan oleh orang orang yang tidak bertanggung jawab. Karena Bisa saja Bantuan UKT Kemendikbud ini masih berlanjut tapi oleh beberapa Oknum dimanfaatkan untuk meraih untung bagi pribadinya. Seperti khasus yang pernah terjadi di Bantuan Bidikmisi Misalnya, itu saja di Grogoti Birokrasi untungnya BEM mampu membongkar semuanya.
Kekosongan Jabatan Organisasi tertinggi di Universitas Mataram bagi saya Banyak sekali dampaknya. Karna begitu banyak hal hal yang sudah kawan kawan BEM bantu advokasikan dan permasalhan yang sudah diselesaikan, entah tentang pelayanan, fasilitas kampus dan dana Bantuan.
Dan dilansir dari @Media Unram yang bertajuk “KPRM dan DPM pengecut” saya sangat mengapresiasinya walaupun pembahasan lewat Chat WhastsApp ternyata para ketua UKM juga merasakan keresahan yang sama seperti yang saya rasakan. Harapan saya BEM dan DPM Universitas Sebagai Lembaga tertinggi harus merasa memiliki rasa pertanggungjawaban Moril terkait permasalahan ini walaupun memang Secara Administrasi sudah tidak ada legitimasi hanya saja menjadi catatan penting Bagi kita seluruh Mahasiswa untuk mengawal Permasalhan ini Khususnya BEM dan DPM yang dipilih langsung Oleh Mahasiswa harus memiliki Beban pertanggung jawaban yang Berbeda.
“Pemimpin itu lahir dari kerja keras dan kepedulian yang terasah” Najwa Shihab.
Kepedulian kita tentang permasalahan ini merupakan bentuk kepedulian kita terhadap penerus nahkoda kepemimpinan tertinggi di kampus ini. Pemimpin yang baik akan lahir dari proses yang baik pula, semoga demokrasi yang sudah tertanam lama tidak dirusak oleh hal-hal semacam ini yang dapat menuju DEGRADASI NILAI DEMOKRASI di kampus tercinta kita ini.