Mataram, MEDIA — Aliansi Mahasiswa dan Rakyat NTB bersama keluarga tahanan serta tim kuasa hukum menyerahkan 52 surat pernyataan penjamin kepada Polda NTB dan Kejaksaan Tinggi NTB, Kamis (16/10). Langkah ini menjadi bentuk desakan publik agar aparat penegak hukum menerapkan Restorative Justice (RJ) bagi empat tahanan pasca aksi demonstrasi 30 Agustus lalu.
Penyerahan dokumen dilakukan pukul 14.00 WITA dan dihadiri oleh perwakilan orang tua tahanan, kuasa hukum, serta anggota aliansi. Aksi ini menegaskan dorongan moral dan politik masyarakat sipil terhadap aparat penegak hukum untuk meninjau kembali penahanan yang dinilai tidak proporsional.
Sebelum penyerahan, perwakilan tim hukum Andre Safutra mengunjungi para tahanan di Dittahti Polda NTB selama sekitar 45 menit. Ia memastikan kondisi mereka yang sebelumnya sempat menurun, sekaligus meminta tanda tangan pada surat permohonan penangguhan penahanan dan penerapan RJ.
Solidaritas dari Berbagai Elemen
Dukungan terhadap empat tahanan datang dari berbagai lapisan masyarakat — akademisi, tokoh agama, kepala desa, LSM, organisasi mahasiswa, hingga pimpinan pesantren.
Menurut Nur Khotimah dari Tim Penyelamat Demokrasi, dukungan luas ini adalah bentuk solidaritas rakyat yang menolak kriminalisasi gerakan mahasiswa.
“Masak nyawa kawan Affan lebih berharga dari sebuah tiang bendera dan neon box?” ujarnya, menyoroti ketimpangan logika dalam kasus ini.
Penahanan Dinilai Tak Proporsional
Empat tahanan yang kini masih mendekam di balik jeruji terdiri dari tiga pelajar dan satu pekerja swasta. Tim kuasa hukum sebelumnya telah dua kali mengajukan permohonan penangguhan penahanan, namun belum mendapat respons dari Polda NTB.
“Kami telah melakukan semua prosedur hukum. Kini, 52 surat penjamin dari berbagai elemen masyarakat telah kami serahkan. Kami berharap agar keempat tahanan segera ditangguhkan dan diberi kesempatan melanjutkan pendidikan dan pekerjaan mereka,” tegas Yan, tim kuasa hukum.
Dialog yang Belum Memberi Titik Terang
Upaya dialog juga telah dilakukan oleh keluarga dan aliansi bersama pemerintah daerah serta aparat kepolisian pada 24 September dan 10 Oktober lalu. Namun hingga kini belum ada tindak lanjut konkret dari Polda NTB terkait permohonan penangguhan penahanan maupun RJ.
“Kami menilai seluruh langkah hukum telah ditempuh. Namun Polda NTB masih mengabaikan permohonan kami. Karena itu, kami memperkuat jalur solidaritas publik untuk menekan lahirnya keadilan yang sesungguhnya,” ujar Megawati Iskandar Putri, anggota tim hukum.
Desakan Moral dan Kemanusiaan
Aliansi Mahasiswa dan Rakyat NTB menilai penahanan terhadap empat tahanan politik pasca aksi 30 Agustus sebagai bentuk kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi. Mereka menegaskan bahwa para tahanan bukan pelaku utama perusakan, melainkan korban situasi yang dipicu provokator.
“Kami menuntut aparat untuk mengusut siapa provokator sebenarnya. Jangan kambinghitamkan mahasiswa yang memperjuangkan aspirasi rakyat,” ujar Mavi Adiek Garlosa.
Ketua BEM Unram, Lalu Nazir Huda, selaku Koordinator Umum Aliansi Mahasiswa dan Rakyat NTB, juga menilai kasus ini sebagai bentuk pembungkaman ekstrem terhadap suara kritis mahasiswa. “Ini merupakan bentuk pembungkaman ekstrem terhadap suara kritis” Imbuhnya.
Desakan Moral dan Politik untuk Polda NTB dan Kejati NTB
Melalui pernyataannya, aliansi mendesak Polda NTB dan Kejati NTB untuk:
- Segera mengabulkan penangguhan atau pengalihan penahanan bagi empat tahanan politik pasca aksi 30 Agustus.
- Menerapkan prinsip Restorative Justice sebagaimana diamanatkan oleh hukum positif Indonesia dan semangat keadilan sosial.
- Menghentikan kriminalisasi terhadap gerakan mahasiswa dan rakyat, serta menjamin hak konstitusional warga negara dalam menyampaikan pendapat di muka umum.
(rfi)


