28.5 C
Mataram
Tuesday, April 29, 2025
spot_img

LAWAN DWIFUNGSI TNI, KEMBALIKAN MILITER KE BARAK!

oleh: Front Mahasiswa Nasional (FMN) Cabang Mataram

Sejarah Singkat Dwi Fungsi ABRI

Dalam sejarahnya konsep Dwi Fungsi ABRI sebetulnya berawal dari situasi krisis yang menyebabkan ketidakstabilan politik yang dalam hal ini memaksa militer untuk terlibat dalam pengambilan keputusan politik dan mengatur tatanan sosial masyarakat.

Indonesia pasca revolusi 1945 terjadinya pertentangan Partai Sipil dengan partai Parlementer, Nasution mengusulkan konsepsi “Djalan Tengah” sebagai solusi menyatukan masyarakat sipil dan Tentara di kesatuan ABRI. Djalan Tengah bertujuan untuk melaksanakan Operasi Dwikora dengan menyatukan Militer, Masyarakat Sipil dan Organisasi Kerakyatan. Inilah yang menjadi cikal bakal dari dwi fungsi ABRI. Dalam sejarah perkembangannya dwi fungsi ala Sukarno dan Soeharto sangat berbeda.

Pada masa Orde Baru pada tahun 1969 melalui Keputusan MPRS Nomor II Dwi Fungsi ABRI resmi ditetapkan oleh presiden Soeharto, pada masa ini konsep Dwi Fungsi ABRI tidak hanya menjadi pelindung negara, melainkan sebagai pengatur kehidupan sosial masyarakat. Dengan demikian peran ganda, militer terlibat dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari pembangunan infrastruktur hingga pengaturan sosial politik.

Pengaruh besar Militer pada saat itu malah dijadikan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan Orde Baru selama 32 tahun.

Runtuhnya Orde Baru dan dihapuskannya dwi fungsi ABRI pada saat itu tidak terlepas dari situasi krisis finansial Asia 1997 yang berdampak kepada Indonesia. Saat itu situasi ekonomi Indonesia semakin parah dengan melemah dan anjloknya nilai tukar rupiah, beban hutang yang semakin menajam yang menyebabkan banyak perusahaan dan bank mengalami kebangkrutan. Situasi krisis ini juga semakin menunjukkan watak fasis dan anti kritik dalam pemerintahan Orde Baru dengan banyaknya kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh militer kepada para mahasiswa dan rakyat yang melakukan protes-protes terhadap kebijakan Soeharto. Dalam catatannya pelanggaran HAM yang terjadi di tahun 1990an itu sebanyak 7.300-an. Dari semua hal inilah yang membuat kemarahan rakyat memuncak yang pada akhirnya melakukan perlawanan-perlawanan sampai pada akhirnya dapat menumbangkan pemerintahan fasis nan korup pada tahun 1998.

Tumbangnya pemerintahan Orde Baru itu juga ditandai dengan dihapuskannya Dwi Fungsi ABRI dan dipisahkan menjadi dua entitas, yaitu Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). TNI kini fokus pada perannya sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan negara, sementara Polri bertanggung jawab atas keamanan dan ketertiban masyarakat. Proses ini menjadi bagian yang sangat penting dalam sejarah perjuangan rakyat Indonesia untuk mencapai era reformasi yang lebih baik dibandingkan Orde Baru.

RUU TNI Adalah Legitimasi Fasisme Dan Militerisasi Kehidupan Sipil Oleh Rezim Prabowo

Percepatan RUU TNI ini bertujuan untuk menjawab situasi krisis ekonomi dengan menggunakan pendekatan militeristik agar dapat mengendalikan stabilitas sosial dan politik. Situasi krisis Indonesia saat ini dapat dilihat dari hutang yang terus bertambah. Berdasarkan DJPPR Kementerian Keuangan melaporkan total utang pemerintah pusat per 31 Januari 2025 mencapai Rp 8.909,14 triliun. Hutang ini adalah warisan era Jokowi dari gagalnya pembangunan pada masanya. Kedua, realisasi program Prabowo di awal tahun mengalami defisit sebesar 0.13% atau setara Rp 31,2 Triliun hingga Februari 2025, dan ketiga banyaknya perusahaan pailit dan kapital asing mulai menarik diri di Indonesia dan berdampak PHK massal tercatat 50 perusahaan dan 60.000 pekerja terkena PHK 2025, mayoritas terjadi di sektor garmen dan tekstil mengalami PHK.

Di sisi lain, Prabowo-Gibran juga membuat kebijakan yang ugal-ugalan. Pertama dengan adanya Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (DANANTARA). Dibentuknya ini bertujuan untuk melakukan konsolidasi ekonomi BUMN untuk membiayai program-program utama Prabowo yang kemudian berdampak pada menurunnya harga saham di Indonesia. Terbukti setelah diresmikannya DANANTARA pada 24 Februari 2025 IHSG mengalami tren penurunan hingga pada 19 Maret 2025 turunnya IHSG 6% dan terjadi Trading Halt. Tren penurunan IHSG ini membuat berkurangnya minat investasi di Indonesia yang sudah pasti menurunnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia dikarenakan kapital asing mulai menarik dirinya di Indonesia.

Selain itu untuk memuluskan programnya dilakukan dengan pendekatan militer. Menjanjikan program Makan Bergizi Gratis (MBG) bagi pelajar, dengan target 17 juta penerima pada akhir 2025 dan memakan Rp 2656 triliun untuk tahun 2025. MBG dijalankan tanpa dasar kedaulatan pangan dalam negeri, dibiayai oleh pemotongan subsidi dalam APBN yang sudah membengkak (seperti subsidi BBM), menaikkan penerimaan pajak, lalu dipermulus dengan investasi asing seperti Tiongkok yang dibayar Prabowo oleh “kesepakatan” Pemerintah atas penyerobotan Laut Natuna oleh Tiongkok.

Di masa Prabowo, semua capaian perampasan tanah Jokowi akan digunakan demi “hilirisasi” (yang berarti suntikan hutang dan investasi pada industri pengolahan SDA milik asing di Indonesia) dan “ketahanan pangan” (berarti pembukaan perkebunan dan pertanian skala besar di tanah yang dimonopoli negara dan berorientasi ekspor) dan dijalankan dengan memobilisasi militer dan polisi. TNI telah dilibatkan sejak lama dalam proyek pembukaan lahan food estate dan program MBG di berbagai wilayah. TNI juga telah mentargetkan program ketahanan 5 Komando Distrik Militer (kodim) baru akan dibangun di Papua Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Kepulauan Riau, serta Lampung dan Bengkulu; 5 kodam baru ini dilengkapi dengan perangkat-perangkat pembukaan lahan dengan cara mengaman program-program utama Prabowo agar tidak adanya gangguan hingga berjalan mulus.

Dalam situasi krisis maka tentu derajat fasisme negara juga akan masif dengan menggunakan alat kekuasaannya yakni militer untuk dapat memuluskan seluruh skema yang mereka inginkan. Hal ini dapat dilihat dari revisi Undang-Undang no. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Revisi ini mencakup perpanjangan usia dinas keprajuritan (pasal 53), perluasan jabatan sipil bagi prajurit aktif dari 10 menjadi 15 kementerian/lembaga (pasal 47), dan penambahan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dari 14 menjadi 19 jenis, pun dapat dijalankan tanpa suara rakyat melalui DPR (pasal 7). Semua ini meningkatkan ancaman fasisme sebagaimana Dwifungsi ABRI di masa Orde Baru.

Dengan menambah jumlah jabatan sipil bagi prajurit aktif, meningkatkan keterlibatan angkatan bersenjata dalam kehidupan sipil dan BUMN, padahal budaya komandoisme militer akan merusak tata kelola pemerintahan sipil. Dengan menambah jenis OMSP, militer akan semakin dilibatkan dalam dinamika kehidupan masyarakat, padahal kontradiksi di kalangan rakyat tak bisa diselesaikan dengan bijak jika dihadapkan dengan angkatan bersenjata. Perpanjangan usia dinas keprajuritan pun akan merusak regenerasi struktur organisasi TNI, menghambat profesionalitas angkatan bersenjata.

Semangat Gerakan Demokratis Mei 1998 (Reformasi) untuk mempersempit wewenang militer dalam kehidupan sipil telah dilecehkan RUU TNI ini.

Revisi UU TNI ini juga semakin tidak terbendung dikarenakan semua fraksi dari seluruh partai politik yang duduk di parlemen sepakat untuk dapat mengesahkan RUU ini menjadi Undang–Undang. Pada kenyataannya PDIP yang mengaku menjadi oposisi malah juga memberikan karpet merah untuk dapat mengesahkan RUU TNI ini menjadi Undang-Undang. Salah satu perwakilan NTB II dalam Panja RUU TNI ini adalah H. Rachmat Hidayat, S.H. pun juga tidak pernah melakukan apapun untuk dapat menggagalkan RUU TNI ini. Hal ini memberikan bukti konkrit bahwa tidak ada satupun partai politik saat ini yang menjadi oposisi dari pemerintahan boneka Prabowo-Gibran. Situasi ini sangat mirip dengan skema yang dilakukan oleh Soeharto yang mana saat itu tidak ada oposisi dari partai politik manapun.

Maka dari itu dengan sahkannya RUU TNI akan dapat Kembali menghidupkan Dwi Fungsi yang tentunya konsep ini telah terbukti gagal baik dalam masa orde lama maupun orde baru. Oleh karena itu FMN Cabang Mataram sebagai Organisasi Massa Mahasiswa dengan sikap tegas menuntut:

  1. Hentikan Seluruh Proses Perundangan Revisi UU TNI Yang Tidak Transparan, Tertutup, Anti Demokrasi, Dan Tidak Melibatkan Rakyat Dalam Pembahasannya.
  2. Hentikan Keterlibatan Prajurit Aktif Di Dalam Kementerian Dan Instansi Pemerintahan RI.
  3. Tarik Seluruh Anggota/Personel TNI Dari Kawasan Pengembangan Program Prioritas Rezim Fasis Prabowo-Gibran (Kawasan Food Estate, Prona, MBG, Dll.).
  4. Kembalikan Militer Ke Barak!
Media
Mediahttps://mediaunram.com
MEDIA merupakan unit kegiatan mahasiswa (UKM) Universitas Mataram yang bergerak di bidang jurnalistik dan penalaran.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

20,000FansLike
1,930FollowersFollow
35,000FollowersFollow

Latest Articles