oleh: Kelompok Pemerhati Sosial (KPS) FHISIP Unram
PENDAHULUAN
Tambang ilegal telah menjadi momok yang menghantui berbagai daerah di Indonesia, salah satunya yang terjadi di Dusun Lendek Bare, Kecamatan Sekotong. Tambang ilegal yang terjadi di wilayah tersebut telah beroperasi sejak tahun 2021 dan diperkirakan menghasilkan omzet senilai Rp 90 miliar per bulan, atau sekitar Rp 1,09 triliun per tahun.
Dari berbagai kesaksian warga lokal yang tinggal di daerah tersebut, setiap hari ada saja kendaraan berat yang melintas memasuki daerah tambang tersebut dan dari kesaksian warga di daerah tersebut ada puluhan warga negara asing asal China yang beraktivitas pada daerah tersebut dan dapat dipastikan bahwa tambang ilegal tersebut dikuasai oleh asing.
Warga lokal yang tinggal di Dusun Lendek Bare rata-rata bertani untuk menghidupi kecukupan sehari-harinya, dan dikhawatirkan jika aktivitas tambang ilegal ini masih beroperasi, lahan-lahan tani yang ada wilayah tersebut akan tercemari oleh merkuri yang dihasilkan oleh adanya aktivitas pertambangan ilegal tersebut. KPK beserta Pemprov NTB telah melakukan penertiban pada tambang ilegal dengan omzet triliunan tersebut.
Adanya konflik sosial yang timbul akibat warga yang menolak pertambangan ilegal tersebut, pada Sabtu (10/08/2024), warga yang sudah muak dengan adanya pertambangan yang terjadi, membakar sejumlah kamp tempat penampungan penambang ilegal yang diduga merupakan warga negara asing. Konflik tersebut berawal dari sejumlah WNA yang membuka jalan menggunakan alat berat menuju kawasan tambang dan bahkan berupaya menggusur makam di Desa Kedaro, Lombok Barat.
Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, diperlukan adanya kesadaran terhadap isu yang ada. Peran anak muda, terkhususnya mahasiswa, sangat krusial dalam menangani permasalahan tersebut. Solusi yang ditawarkan berupa pembentukan komunitas terintegrasi yang melibatkan antara warga lokal dengan pemerintahan Kabupaten Lombok Barat.
Dengan dibentuknya komunitas terintegrasi ini diharapkan mampu dalam mengatasi berbagai permasalahan yang ada di daerah Kecamatan Sekotong.
Serta diharapkan mampu berkolaborasi dengan organisasi kemahasiswaan dalam mengawal isu yang ada, dapat berupa aksi nyata maupun memposting di sosial media agar masyarakat umum mengetahui adanya permasalahan terkait tambang ilegal yang merugikan masyarakat luas. Dan dengan adanya komunitas terintegrasi ini, pihak mahasiswa dapat berkolaborasi dalam memaparkan kepada masyarakat lokal terkait bahaya limbah tambang merkuri.
PEMBAHASAN
Kecamatan Sekotong akhir-akhir ini tengah disoroti dikarenakan terdapat isu mengenai pertambangan ilegal dengan omzet yang menyentuh angka triliun.
Mengenai permasalahan tambang ilegal yang marak terjadi di daerah Sekotong, Lombok Barat, kami menawarkan solusi berupa pembentukan suatu komunitas terintegrasi dengan nama “Naras Tene”.
Kata “Naras” diambil dari bahasa Sasak yaitu gabungan dari kata “narasi” dan “cerita” yang menggambarkan cerita perjuangan untuk lingkungan dan masyarakat.
Sedangkan kata “Tene” diambil dari bahasa Sasak yang berarti “di sini”, yang jika digabungkan memiliki arti “perjuangan untuk lingkungan atau cerita masyarakat sini”.
Komunitas “Naras Tene” ini adalah komunitas yang berisi sekumpulan pemuda/i daerah Sekotong untuk mengumpulkan cerita dari masyarakat daerah tersebut tentang adanya ketidakadilan maupun ketidakpastian hukum yang terjadi guna mewadahi aspirasi masyarakat daerah tersebut.
Kemudian komunitas ini diharapkan mampu berkolaborasi dengan organisasi mahasiswa untuk mengangkat isu-isu yang terjadi di masyarakat dalam bentuk tulisan maupun postingan di sosial media, agar masyarakat umum dapat memiliki akses informasi terkait isu-isu yang terjadi terutama di daerah Sekotong.
Komunitas terintegrasi ini tidak hanya sebagai kanal aduan bagi masyarakat umum, tetapi juga bergerak dalam misi pelestarian lingkungan hidup dan pemberdayaan masyarakat, dapat berupa reboisasi lingkungan yang rusak akibat pertambangan ilegal dan melakukan edukasi terhadap masyarakat lokal terkait kerusakan yang dapat diakibatkan dari tindakan pertambangan ilegal.

Filosofi dari logo tersebut adalah:
- Lambang Rumah: Melambangkan bahwa lingkungan hidup adalah rumah bagi kita semua, yang patut untuk dijaga dan dilestarikan oleh semua generasi manusia.
- Lambang Daun: Menggambarkan bahwa titik fokus dari organisasi terintegrasi ini adalah tidak hanya sebagai kanal aduan maupun keluh kesah masyarakat lokal saja, tetapi berfokus juga dalam pelestarian lingkungan hidup.
- Lambang Huruf N yang menyatu dengan T: Sebagai perwujudan dari nama organisasi yaitu “Naras Tene” yaitu suatu kesinambungan yang tidak terpisahkan.
- Lambang Tangan: Sebagai perwujudan bahwa lingkungan hidup adalah tanggung jawab kita bersama, terlepas dari semua perbedaan yang ada, kita semua harus teguh dan bersatu dalam menjaga rumah kita yaitu lingkungan hidup.
Tambang ilegal di Kecamatan Sekotong tidak hanya merugikan lingkungan, tetapi juga melanggar berbagai regulasi yang berlaku di Indonesia. Salah satu dari beberapa regulasi utama adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang telah diperbarui dengan UU Nomor 3 Tahun 2020.
Pasal 158 dengan tegas menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan penambangan tanpa izin usaha pertambangan (IUP) dapat dikenakan sanksi pidana dengan hukuman penjara hingga 5 tahun dan denda hingga Rp 100 miliar.
Dan tambang ilegal di Sekotong yang menggunakan bahan berbahaya seperti merkuri juga melanggar UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 69 yang melarang pembuangan bahan berbahaya ke lingkungan tanpa izin.
Tetapi lemahnya penegakan hukum menjadi salah satu faktor utama yang memungkinkan aktivitas tambang ilegal terus berlangsung.
Komunitas “Naras Tene” berperan penting sebagai inisiator yang mendorong penegakan hukum terhadap pelaku tambang ilegal. Dengan memanfaatkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, komunitas tersebut dapat menyusun laporan berbasis data dari masyarakat lokal yang terdampak aktivitas tambang.
Hal yang mencakup dampak sosial, ekonomi, dan kesehatan yang dirasakan oleh warga Dusun Lendek Bare.
Dokumen ini nantinya dapat diajukan kepada Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta lembaga penegak hukum seperti KPK.
Dengan adanya data akurat, harapannya adalah adanya tindakan tegas terhadap pelaku tambang ilegal, termasuk warga negara asing yang terlibat.
Merkuri sebagai salah satu bahan berbahaya yang digunakan dalam proses amalgamasi tambang emas membawa ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Berdasarkan Konvensi Minamata, yang telah diratifikasi melalui UU Nomor 11 Tahun 2017, Indonesia memiliki kewajiban untuk mengurangi dan menghapuskan penggunaan merkuri dalam aktivitas tambang.
Komunitas “Naras Tene” dapat mengambil peran dengan mengedukasi masyarakat lokal tentang bahaya merkuri, termasuk melalui pelatihan pengelolaan limbah yang ramah lingkungan.
Hal tersebut menjadi krusial karena merkuri yang mencemari tanah dan air dapat terakumulasi dalam tubuh manusia melalui rantai makanan, seperti ikan, yang menjadi sumber pangan utama bagi masyarakat pesisir.
Agar solusi yang ditawarkan efektif, sinergi antara komunitas “Naras Tene” dan pemerintah daerah perlu diwujudkan melalui forum komunikasi yang terstruktur.
Hal ini sejalan dengan amanat UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang mengatur peran pemerintah daerah dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, bekerja sama dengan komunitas lokal, dapat menginisiasi program rehabilitasi lingkungan seperti reboisasi lahan tambang yang rusak.
Selain itu, pemerintah juga dapat memberikan pelatihan bagi warga terdampak untuk mengembangkan keterampilan di sektor ekonomi alternatif, seperti pariwisata berbasis lingkungan.
Komunitas “Naras Tene” juga dapat memanfaatkan kekuatan media sosial untuk membangun opini publik yang mendukung pemberantasan tambang ilegal.
Dengan menggunakan pendekatan berbasis teknologi, komunitas dapat mengunggah konten berupa video dokumentasi, infografik, dan laporan tentang kerusakan lingkungan akibat tambang ilegal.
Hal yang selaras dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan kesadaran publik melalui kampanye digital, sebagaimana diatur dalam Permen Kominfo Nomor 10 Tahun 2019 tentang Literasi Digital Nasional.
Melalui media sosial, isu tambang ilegal dapat menarik perhatian khalayak luas dan memicu respons dari pihak berwenang.
Selain melibatkan pemerintah, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan.
Pemberdayaan masyarakat lokal juga menjadi fokus utama dalam solusi yang ditawarkan.
Komunitas dapat bekerja sama dengan pemerintah dan organisasi non-pemerintah untuk memberikan pelatihan keterampilan yang mendukung ekonomi berkelanjutan, seperti pengolahan hasil pertanian atau pembuatan produk lokal.
Hal ini kemudian sejalan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, yang menegaskan pentingnya pemberdayaan masyarakat dalam menciptakan desa mandiri.
Dengan menyediakan alternatif ekonomi, warga yang sebelumnya terlibat dalam aktivitas tambang ilegal dapat dialihkan ke pekerjaan yang lebih ramah lingkungan.
Dengan kombinasi antara penegakan hukum, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat, diharapkan Kecamatan Sekotong dapat menjadi contoh nyata keberhasilan pemberantasan tambang ilegal.
Komunitas “Naras Tene” berpotensi menjadi pelopor dalam memerangi ketidakadilan dan menjaga kelestarian lingkungan.
Dukungan regulasi seperti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, yang memberikan ruang bagi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan, semakin memperkuat peluang keberhasilan.
Dengan adanya kolaborasi antara komunitas, pemerintah, dan masyarakat, Sekotong dapat kembali menjadi wilayah yang asri dan produktif, sekaligus menjadi teladan bagi daerah lain di Indonesia.
PENUTUP
Aktivitas tambang ilegal di Kecamatan Sekotong, Lombok Barat, telah menyebabkan kerusakan lingkungan, ancaman kesehatan akibat paparan merkuri, dan konflik sosial, yang diperburuk oleh lemahnya penegakan hukum, kurangnya kesadaran masyarakat, dan terbatasnya alternatif ekonomi.
Untuk mengatasi hal ini, komunitas “Naras Tene” mengusulkan pendekatan kolaboratif yang melibatkan masyarakat lokal, pemerintah, dan akademisi melalui edukasi tentang bahaya merkuri, pelaporan dampak sosial-lingkungan berbasis data, serta pelatihan keterampilan ramah lingkungan.
Dengan sinergi bersama pemerintah daerah dalam rehabilitasi lingkungan, pemberdayaan masyarakat, dan kampanye digital, Sekotong berpotensi menjadi model keberhasilan pemberantasan tambang ilegal sekaligus menjaga kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat, yang dapat diterapkan di wilayah lain di Indonesia.
(advertorial)