Oleh: Marini Mandalika Lamri
Malam di lingkungan bawah jembatan itu nampak seperti malam biasanya. Orang-orang sibuk bercengkerama, ada yang sudah lelap, ada yang masih terjaga sambil bersiul-siul, ada juga yang buru-buru merapikan rumah kardusnya akibat tertiup angin.
Di tengah kejemukan itu, terdengar suara teriakan dari seorang wanita yang berada dalam rumah kardusnya di pojok tanah ini. Keluarlah seorang nenek tua dari gubuk itu, ia kemudian meminta bantuan untuk dicarikan dukun beranak. Ternyata wanita itu akan segera melahirkan. Ya, iya adalah seorang wanita yang mengandung diluar pernikahan dan memilih untuk tidak menggugurkan janin itu. Malam yang tadinya biasa saja itu kemudian dipenuhi kehangatan. Bayi mungil tak berdosa telah lahir ke dunia dengan tangisnya yang membuat siapa saja yang mendegarnya terharu. Bocah laki-laki itu diberi nama Candil.
Candil tumbuh menjadi anak yang baik, ia bisa merasakan bangku sekolah karena jasa neneknya, mbok put, yang setiap hari mengadu nasib sebagai buruh cuci. Lalu mana ibunya? Ternyata ia seorang yang egois, asik keluyuran memacari para pria hidung belang diluar sana. Hampir tak pernah pulang, bahkan hampir tak pernah mengurusi si candil anak malang itu.
Malangnya candil anak yang baik dan pintar yang bercita-cita menjadi seorang abdi negara ini tumbuh di lingkungan yang benar-benar yang tidak mendukung dan dapat dibilang mengerikan. Tetangganya bahkan teman-teman seumurannya tidak bersekolah, mereka sehari-hari memulung atau mengemis bahkan beberapa banyak yang berprofesi sebagai “preman”. Candil sering menjadi korban dari kebengisan mereka, mulai dari kekerasan psikis dan fisik sudah jadi makanannya sehari-hari di kehidupan jalanan yang keras. Terkadang, Candil, bocah SMP itu mulai ikut terbawa arus kehidupan gelap itu. Tapi lagi-lagi neneknya lah yang hadir sebagai tameng candil dari kelakuan-kelakuan teman-temannya. Candil begitu sangat menghargai neneknya.
Sampai akhirnya, neneknya dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Di sisi lain, ibunya telah menikah dengan seorang pria dan tinggal jauh dari candil. Betapa hancur hidup bocah malang saat itu, Nenek atau tamengnya dari segala hinanya kehidupan itu telah tiada. Ia menangis sejadi-jadinya. Sepeninggal mbok Put, candil putus sekolah. Hidupnya mulai tak terarah luntang lantung di ruang hampa. Terjebaklah ia di bagian gelap dunia.
Di umur yang masih sepantaran anak SMP itu, ia sudah rasakan bagaimana rasa air miras saat ia depresi, terpengaruh obat-obatan sialan, ia di cap berandal yang tiap hari memancing keributan. Tapi perlu kalian tau, ia tetaplah candil anak yang baik, ia mengamuk karena ia merasa lingkungannya benar-benar mengerikan, ia tak segan membantu seseorang yang membutuhkan.
Sampai pada malam itu, ia melihat salah seorang teman premannya, menyeret seorang wanita ke lorong gelap itu. Wanita itu berteriak, buru-buru mulutnya di bekap oleh pria tadi. Candil sadar akan apa yang terjadi. Ia berusaha menolong wanita tak berdaya itu. Terjadi perkelahian sengit antara candil dan pria tadi. Keduanya babak belur. Pria tadi terpojok ke ujung gang, sialnya tangannya menggapai sebuah botol kaca, ia pecahkan kemudian ia coba hunuskan ke arah candil. Candil dengan sigap menghindar, ia benar-benar kewalahan. Candil yang berada di bawah pengaruh alkohol itu berhasil merebut botol tadi kemudian ia tikam sampai pria tadi kehilangan nyawanya. Saat hal itu terjadi, salah seorang komplotan preman tadi melihatnya, kemudian ia buru-buru berteriak minta pertolongan dan menuduh bahwa candil, seorang bocah ingusan SMP telah menjadi pembunuh malam itu.
Karena para komplotan preman yang menjadi saksi berbohong dan menuduh candil yang hendak melakukan perbuatan bejat kepada seorang wanita serta membunuh salah seorang teman mereka. Dijebloskanlah candil ke dalam dinginnya jeruji besi.
Semakin hancurlah hidupnya. Ia tak habis pikir mengapa hidup semacam benar-benar mengutuknya menjadi orang paling menyedihkan di dunia. Di dalam sana, ia bertekad dan selalu menguatkan diri untuk menjadi lebih baik. Bertemu ia dengan beberapa orang di sel itu, syukurlah ia dapat bertemu orang yang agak lebih baik. Disana candil banyak dapat petuah dari mereka tentang bagaimana rencana candil setelah keluar bui. “Menyedihkan sekali hidupmu, nak. Kau juga yang bodoh mau mengorbankan dirimu demi menolong orang lain, hidup ini tak menghargai orang-orang macam kau haha mau jadi pahlawan kesiangan rupanya” mendengar perkataan itu candil bersikap biasa saja. Sudah kebal telinganya mendengar kata-kata orang yang bermental preman seperti itu. “Cobalah nak, kau cari kerja saja nanti setelah keluar dari bui. Lamarlah pekerjaan di toko-toko kecil itu. Jadilah anak yang baik. Masa depanmu masih panjang. Aku yakin banyak yang butuh tenagamu” Disini candil terperanjak oleh kata-kata seorang napi, teringat ia dengan neneknya. Betapa bodohnya dia sampai terjebak di antah berantah kehidupan. Semenjak itu, ia kembali bersemangat dan bertekad kuat untuk merubah nasib malangnya.
Karena masih dibawah umur, Candil dibebaskan. Ia memulai langkah pertamanya dengan senyum yang tak kunjung layu, ia merasa dunia kali ini akan berbaik hati padanya, akan menyambutnya. Langsung saja ia keluar dari bui, menghirup udara segar sambil mencari-cari pekerjaan. Malang sekali ternyata, berita bahwa Candil hendak melecehkan seorang wanita serta membunuh seorang pria tengah viral. Nama dan fotonya di ekspos ke berbagai media. Wahh benar-benar mampus pikirnya. Semua orang memandang hina kearah dirinya. Beberapa orang meludah bahkan melempari serta menyiramnya dengan air berbau itu. Pupus harapannya menjadi manusia lebih baik hari itu. Lingkungan mengutuk candil sejadi-jadinya. Mengapa orang-orang begitu merasa diri mereka lebih suci sampai menghinakan dan menghancurkan orang lain. Kembali bocah ini terombang ambing di antah berantah kehampaan. Padahal setiap anak adalah berlian yang hanya perlu diasah lagi.
Namun orang-orang acuh tak terima, mereka tidak sadar, berlian itu terus mereka lumuri dengan lumpur sampai akhirnya sang berlian merasa dirinyapun hanya lumpur. Begitulah kehidupan bekerja, kejam. Kalian hanya bisa mengandalkan kaki kalian saja untuk berdiri dan kedua tangan untuk menutup telinga.
Candil yang dari dulu rapat menutup telinganya dari kutukan orang, sekarang mulai mendegar. Senyum yang tadi tak henti-hentinya ia tampakkan di wajahnya mulai luntur. Begitu pula air matanya. “Mengapa orang tak memberiku kesempatan untuk berubah, Ini bukan salah ataupun mauku, mengapa mulut-mulut mereka terus saja mengukungku ditengah kehinaan ini. Haha, apakah masa depan itu masih pantas untuk bocah sialan sepertiku” Candil hancur lagi kali ini, bahkan sampai berkeping-keping.
Di tengah kehancuran itu, Candil menyadari bahaya lain. Dilihatanya beberapa komplotan preman yang salah satu temannya telah ia bunuh menatapnya dengan bengis. Para komplotan preman itu mendengar kabar bahwa Candil telah keluar dari bui. Yap, ini ajang balas dendam, “Nyawa dibalas nyawa”, pikir mereka. Bergegaslah mereka mengejar Candil. Candil benar-benar ketakutan, dengan kaki dan hati yang lemah itu ia berlari, ia masih punya cukup tenaga untuk menyelamatkan hidupnya, terus saja ia berlari sekuat tenaga dan “Brakkkkk!!”. Sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi dengan secara nyata menghancurkan Candil. Ia terpental cukup jauh dan terluka parah. Para komplotan preman yang mengejarnya tadi terkejut kemudian lari tunggang langgang meninggalkan tempat kejadian.
Kalian pikir Candil kesakitan. Tidak, dia bahkan tersenyum, ia bahagia, ia tau akan meninggalkan dunia kejam ini, ia sadar ia akan beristirahat. Ia tidak sabar menceritakan kisahnya kepada neneknya yang begitu ia rindukan, ia akan menyusul.
-Tamat-
Sumber gambar: pinterest