Mataram, MEDIA – Wartawati Inside Lombok, Yudina Nujumul Qurani, mengalami dugaan persekusi oleh seorang pegawai pengembang perumahan di Lombok Barat pada Selasa (11/2). Pelaku yang diketahui berinisial AG merupakan salah satu pegawai pengembang Meka Asia.
Kasus ini mendapat perhatian serius dari Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) NTB bersama sejumlah organisasi jurnalis, seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) NTB, Ikatan Jurnalis Televisi (IJTI) NTB, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram. Dukungan juga datang dari Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) NTB, Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) NTB, serta Lembaga Studi Bantuan Hukum (LSBH) NTB.
Saat ini, KKJ NTB sedang melakukan kajian hukum terhadap terduga pelaku, sementara korban terus dipantau dan menjalani pemulihan akibat tekanan mental yang dialaminya.
Kasus ini berawal pada Senin (10/2), ketika akun Instagram Inside Lombok mengunggah laporan warga terkait banjir di Lombok Barat. Dalam unggahan tersebut terdapat foto perumahan Meka Asia, meski tidak ada keterangan yang secara eksplisit menyebutkan nama perumahan tersebut.
Pihak pengembang merasa dirugikan oleh unggahan tersebut dan meminta agar konten itu dihapus. Namun, permintaan tersebut ditolak oleh redaksi Inside Lombok, yang menawarkan hak klarifikasi sebagai solusi. Hingga hari yang sama, tidak ada kejelasan dari pihak Meka Asia mengenai hak klarifikasi tersebut.
Pada Selasa (11/2), Yudina bersama dua wartawan lainnya, Awaludin (SCTV) dan Wendi (Radar Lombok), mendatangi kantor pengembang untuk mengonfirmasi persoalan tersebut sekaligus mengawal warga yang ingin meminta solusi terkait banjir.
Saat proses wawancara berlangsung, pihak Meka Asia memprotes unggahan Inside Lombok secara langsung kepada Yudina. Cara komunikasi yang dilakukan dinilai menekan dan mempertanyakan kredibilitas pribadinya.
Merasa tertekan, Yudina memilih keluar dari ruangan dan menangis. Namun, ia justru dikejar oleh AG, yang kemudian menarik serta meremas wajahnya. Kejadian ini membuat korban mengalami shock dan kembali ke rumah dalam kondisi mental terguncang.
Koordinator KKJ NTB, Haris Mahtul, mengecam keras tindakan kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis, apalagi kepada perempuan yang sedang mengandung.
“Apapun alasannya, perbuatan ini tidak bisa dibenarkan,” tegas Haris.
Ia menambahkan bahwa Inside Lombok telah menjalankan tugas jurnalistiknya sesuai dengan ketentuan Pasal 11 dan 12 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers serta Kode Etik Jurnalistik Pasal 7 ayat 2 poin 11. Sayangnya, bukannya menggunakan hak jawab yang telah disediakan, pihak pengembang justru melakukan intimidasi hingga kekerasan fisik.
Tindakan ini berpotensi melanggar Pasal 18 ayat 1 dan 2 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyatakan bahwa siapa pun yang menghalangi kerja jurnalistik dengan kekerasan dapat dipidana hingga dua tahun penjara dan denda Rp500 juta.
Direktur LSBH NTB, Badaruddin, mengungkapkan bahwa pihaknya sedang melakukan kajian hukum untuk menjerat pelaku. “Ada dua delik pidana yang memungkinkan untuk menjerat pelaku, baik itu UU Pers maupun kekerasan terhadap perempuan,” ujarnya.
Saat ini, KKJ NTB terus berkoordinasi dengan KKJ Indonesia untuk langkah advokasi lebih lanjut, sembari memantau pemulihan psikis korban. Laporan awal terkait kasus ini telah disampaikan kepada Koordinator KKJ Indonesia, Eric Tanjung. (rfi)