24.5 C
Mataram
Monday, November 10, 2025
spot_img

Refleksi 97 Tahun Sumpah Pemuda

Oleh : Ahmad Badawi Alwi (Ketua Cabang FMN Mataram)

Sel Pemuda adalah Sel Perlawanan

Sejarah perjuangan rakyat Indonesia menunjukkan bahwa sel pemuda selalu menjadi motor perlawanan terhadap sistem yang menindas dan menghisap.
Bukan sekadar pelengkap, pemuda adalah kekuatan yang memilih jalan konfrontasi ketika kompromi gagal membebaskan rakyat.

Berikut periode beberapa perlawanan yang dilakukan oleh pemuda:

1908, Budi Utomo lahir sebagai sel intelektual pemuda yang mencoba melawan melalui jalur pendidikan dan kebudayaan. Namun harapan itu dikhianati ketika para pemimpinnya memilih masuk ke dalam Volksraad, lembaga semu buatan Belanda yang menyerupai parlemen.

1918, ketika Volksraad resmi dibentuk, golongan tua memilih jalur negosiasi dan kompromi. Sebaliknya, golongan muda memilih meninggalkan mereka dan menempuh jalan perlawanan.

1945, saat golongan tua menunggu janji kemerdekaan dari Jepang, golongan muda menculik Soekarno dan memaksa proklamasi sebagai bentuk memerdekakan diri dari belenggu Jepang, bukan menunggu diberikan layaknya golongan tua.

1998, ketika sebagian golongan tua memilih jalur diplomasi dengan Soeharto, pemuda turun ke jalan, memimpin gelombang perlawanan yang menggulingkan rezim Orde Baru.

Jejak sejarah ini membuktikan satu hal yaitu sel pemuda adalah sel perlawanan. Ia tidak tunduk pada kompromi yang melemahkan, tidak tunduk pada negosiasi yang mengaburkan arah perjuangan. Ia tidak mewakili kepentingan bapaknya, apalagi menjadi kaki tangan imperialisme Amerika Serikat dan sekutunya.

97 Tahun Sumpah Pemuda: Mandalika dan Luka Pembangunan

Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah seharusnya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang bermuara pada kesejahteraan rakyat. Namun kenyataannya, pembangunan di Indonesia justru menimbulkan kesengsaraan bagi banyak rakyat. Pembangunan kerap berujung pada penggusuran ruang hidup rakyat, terutama kaum miskin kota, nelayan, dan petani.

Di Nusa Tenggara Barat misalnya, proyek pembangunan seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika dengan nilai investasi Rp3,3 triliun yang digadang-gadang akan membawa kesejahteraan rakyat, justru memperdalam jurang kemiskinan. Pekerjaan yang bergantung pada event tahunan tidak mampu menjawab persoalan struktural rakyat Mandalika, apalagi dalam hal penghidupan yang berkelanjutan.

Pada September–Oktober 2025, tercatat 218 warga masih bertahan di kawasan Proyek Strategis Nasional (PSN) Kuta Mandalika, tersebar di Desa Ebunut, Muluk, dan Pedau. Mereka bertahan di tengah tekanan penggusuran yang terus berlangsung.

Pada Agustus 2025, terjadi penggusuran besar-besaran di wilayah Pantai Tanjung Aan, melibatkan 700 aparat gabungan TNI/Polri dan badan keamanan swasta Vanguard, dengan dalih pembangunan dan pariwisata. Setidaknya 168 pedagang dan ribuan warga yang menggantungkan hidupnya di kawasan tersebut kini kehilangan ruang hidupnya, akibat penggusuran yang dilakukan oleh pemerintah dan ITDC demi mengamankan investasi modal asing.

Per 27 Oktober 2025, ITDC bersama aparat pemerintah kembali melakukan tindakan intimidatif terhadap rakyat. Sebanyak 30 pedagang di Bukit Seger (identifikasi sementara) menerima surat peringatan untuk segera meninggalkan lapak dagangnya, dengan dalih adanya pembangunan baru yang masuk untuk kepentingan investasi asing.

Tindakan ini menambah daftar panjang penggusuran dan perampasan ruang hidup rakyat di Mandalika, yang terus berlangsung atas nama pariwisata.

97 Tahun Sumpah Pemuda: Nasib Pemuda Mahasiswa di NTB

  1. Akreditasi Unggul, PTN-BH, dan Ketidakpastian

Dalam dunia pendidikan, Universitas Mataram (Unram) dan Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, dua kampus besar di NTB, secara resmi menyandang status Akreditasi Unggul dari BAN-PT. Namun, capaian ini justru menimbulkan kegelisahan di tengah-tengah mahasiswa. Bukan karena prestasi, melainkan karena proses dan arah yang disembunyikan di balik label “unggul”.

Akreditasi unggul ini tampak lebih sebagai syarat administratif menuju status Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH). PTN-BH adalah pintu masuk bagi liberalisasi pendidikan; kampus dipaksa mandiri secara finansial, UKT melonjak, dan diarahkan untuk kebutuhan pasar — bukan sebagai refleksi kualitas pendidikan yang ilmiah, demokratis, dan mengabdi pada rakyat.

Di tengah kenaikan biaya kuliah, mahasiswa justru dihadapkan pada ketidakpastian pasca-lulus. Per Oktober 2025, Unram dan UIN sebagai corong pendidikan di NTB telah meluluskan 6.373 mahasiswa di tahun 2025. Namun, gelar sarjana tidak menjamin kepastian kerja karena realitas tenaga kerja di NTB menunjukkan kondisi yang jauh dari ideal.

  1. Potret Ketenagakerjaan NTB: Ketimpangan dan Ketidakpastian

Menurut data BPS NTB per Februari 2025, jumlah penduduk di NTB mencapai 5,5 juta orang, dengan 4,17 juta orang di antaranya masuk dalam kategori usia kerja. Dari total tersebut, angkatan kerja tercatat sebanyak 3,19 juta orang, terdiri dari:

3,09 juta orang bekerja

102,63 ribu orang menganggur

Dari 3,09 juta pekerja tersebut, hanya 1,70 juta orang yang bekerja penuh. Sisanya merupakan pekerja dengan tingkat kepastian kerja yang rendah:

786,43 ribu orang bekerja paruh waktu

606,36 ribu orang tergolong sebagai pekerja setengah pengangguran

Sektor dengan peningkatan tenaga kerja tertinggi:

Perdagangan: +75,82 ribu orang

Pendidikan: +46,14 ribu orang

Pertanian: +43,66 ribu orang

Data ini menunjukkan bahwa separuh angkatan kerja di NTB berada dalam kondisi kerja tidak pasti, dan ratusan ribu orang masih menganggur. Sektor informal dan fleksibel mendominasi, sementara sektor pariwisata yang selama ini digadang-gadang sebagai motor ekonomi NTB ternyata belum mampu menciptakan lapangan kerja yang signifikan.

  1. Nasib Pemuda dan Jalan Terjal Pasca Lulus

Dalam konteks ini, di tengah ketidakpastian pekerjaan pasca-lulus, mayoritas pemuda NTB hari ini terpaksa mencari jalan keluar dari kemiskinan dengan menjadi buruh migran.

Kaum laki-laki banyak yang menjadi buruh di sektor perkebunan sawit;

Sementara perempuan bekerja di sektor domestik sebagai pekerja rumah tangga di luar negeri.

NTB pun tercatat sebagai penyumbang migran ke-4 terbanyak di Indonesia, sebuah fakta yang mencerminkan kegagalan pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja yang layak di daerah.

Selain itu, sebagian rakyat terutama pemuda, terpaksa bekerja di sektor pertambangan yang rentan terhadap kecelakaan kerja, bahkan hingga kematian. Situasi ini mendorong mereka khususnya pemuda ke jurang eksploitasi dan risiko hidup yang tinggi.

97 Tahun Sumpah Pemuda, Rakyat Masih Sengsara: Saatnya Pemuda Bangkit

Tentunya kita masih ingat momentum Prahara Agustus 2025 — gerakan yang menimbulkan 10 orang meninggal dan 956 orang ditetapkan tersangka di seluruh Indonesia, khususnya di NTB sendiri 5 orang tersangka dan dalam penahanan hanya 1 yang mendapatkan penangguhan.

Prahara Agustus kemarin menjadi otokritik bersama dalam menilai gerakan Indonesia hari ini. Munculnya gerakan rimpang yang moralis, tidak terstruktur, tidak sistematis, dan tidak ada penghubung yang jelas misalnya antara gerakan di Pulau Jawa dan Pulau Lombok, relasi antarwilayah hanya bertumpu pada arus informasi yang berseliweran di media sosial.

Pola ini membuka celah yang rentan terhadap infiltrasi, manipulasi, bahkan ditunggangi. Gerakan yang mengorbankan banyak orang seharusnya dapat menciptakan keadilan dan kesejahteraan di masyarakat, nyatanya dinodai dengan adanya kepentingan oligarki.

Sintesis gerakan rimpang saat ini ialah membangun persatuan secara sistematis dan organisatoris. Pemuda mahasiswa harus menjaga eskalasi perjuangan massa dengan memperbesar aksi-aksi yang terorganisasi dalam FMN. Dalam merefleksikan semangat Sumpah Pemuda 1928 untuk belajar, berorganisasi, dan berjuang, mesti diteladani pemuda mahasiswa Indonesia hari ini.

Sebagaimana benih yang ditanam pada 12 November 1926, tumbuh pada Sumpah Pemuda 1928, dan membuahkan Proklamasi 17 Agustus 1945, demikian pula pemuda mahasiswa harus setia bekerja. Semua usaha untuk melakukan investigasi dan studi, lalu dipropagandakan luas untuk mengorganisasikan massa, yang melahirkan aksi-aksi militan rakyat, pasti akan berbuah manis bagi bangsa dan tanah air kita.

Aspirasi atas pemerintahan yang bersih, demokratis, dan humanis, tidak akan terwujud tanpa Reforma Agraria Sejati dan Industrialisasi Nasional, sebab tak memiliki dasar materialnya. Selama masih ada dominasi kapital asing dan monopoli tanah, rezim boneka yang fasis dan korup pasti terus bertahan.

Media
Mediahttps://mediaunram.com
MEDIA merupakan unit kegiatan mahasiswa (UKM) Universitas Mataram yang bergerak di bidang jurnalistik dan penalaran.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

20,000FansLike
1,930FollowersFollow
35,000FollowersFollow

Latest Articles