Usai perilisan tulisan berjudul “Sengkarut Pelayanan Kesehatan Mahasiswa Unram”, pihak rektorat merespon dengan sejumlah pernyataan. Pertama, terkait klaim (biaya kesehatan) harusnya ke JPKMK dan bukan ke klinik Unram. Kedua, disampaikan bahwa Klinik Unram itu sama dengan RS Unram sebagai pelayan kesehatan, tidak mengurus pelayanan klaim (biaya) kesehatan. Ketiga, hanya kasus-kasus emergency yang bisa diklaim oleh mahasiswa. Keempat, kebetulan JPKMK seruangan dengan Klinik Unram.
Disini penulis akan menguraikan tanggapan terhadap respon pihak birokrasi tersebut. Pada bagian akhir, penulis juga akan menyingkap respon buruk pihak JPKMK atau Klinik Unram atas tulisan tersebut.
Respon yang disampaikan oleh pihak rektorat terkait tulisan tersebut sama sekali tidak menyentuh pokok persoalan.
Pertama, terkait dengan tujuan tulisan yang seharusnya dialamatkan ke JPKMK, pihak rektorat melewatkan fakta bahwa petugas RS Unram lah yang sedari awal menyampaikan informasi tentang klaim biaya kesehatan dilakukan di Klinik Unram.
Seharusnya, informasi bahwa klaim dilakukan di JPKMK dan bukan di Klinik Unram itu disampaikan oleh pihak rektorat ke RS Unram, agar kedepannya RS Unram tidak lagi menyampaikan informasi yang salah bahwa klaim dilakukan di Klinik Unram.
Informasi terkait klaim yang dilakukan ke pihak JPKMK itu baru diketahui setelah tulisan tersebut dirilis. Penulis bahkan yakin, seperti juga penulis, mayoritas mahasiswa Unram tidak mengetahui sekedar akronim dari JPKMK.
Padahal, selain menyoal tentang profesionalitas pelayanan petugas-petugas yang berada di Klinik Unram, tulisan itu juga mengkritisi tentang ketidakjelasan komunikasi dan koordinasi antar lembaga di Unram. Respon pihak birokrasi Unram kian menegaskan hal tersebut. Jangankan mengharapkan mahasiswa mengetahui informasi tentang prosedur klaim pelayanan kesehatan, pihak RS, Klinik dan Birokrasi Unram saja belum tuntas dengan hal tersebut.
Kedua, pihak RS dan Klinik Unram tidak menyampaikan informasi apapun terkait klaim yang seharusnya dilakukan ke JPKMK. Penulis dan mayoritas mahasiswa Unram bahkan tidak pernah diinformasikan terkait keberadaan dan kewenangan JPKMK di Unram.
Mengapa diadakan pembagian kewenangan antar lembaga itu? Mengapa RS dan Klinik Unram hanya menjadi lembaga pelayan kesehatan dan tidak menerima klaim biaya perawatan kesehatan mahasiswa? Bukankah itu hanya memperumit alur dan menambah beban mahasiswa yang sakit?
Ketiga, fakta bahwa klaim biaya kesehatan hanya dapat dilakukan atas kasus emergency tidak memiliki kualifikasi dan landasan peraturan yang jelas. Dalam kasus AS, pihak JPKMK menolak menerima klaim biaya kesehatan karna penyakit AS tidak terkualifikasi emergency. Saat dipertanyakan mengenai standar dan dasar peraturan terkait kualifikasi emergency tersebut, pihak Klinik Unram atau JPKMK tidak dapat menjawab dan hanya menyampaikan jawaban klise bahwa prosedurnya memang demikian.
Selain itu, pihak Klinik Unram menyampaikan bahwa RS Unram memang tidak pernah mengetahui informasi tentang kualifikasi penyakit yang dapat diklaim. Padahal dalam pernyataan pihak rektorat, RS Unram itu sama dengan Klinik Unram sebagai pelayan kesehatan. Harusnya informasi sepenting itu diketahui oleh lembaga yang berkewenangan sama tersebut. Dengan demikian, wajar bila ada asumsi bahwa hal tersebut hanya digunakan sebagai dalih untuk mempersulit serta bentuk keengganan mengakomodir kepentingan mahasiswa.
Keempat, informasi tentang keberadaan JPKMK yang seruangan dengan Klinik Unram harusnya disampaikan diawal. Meski informasi tersebut tidak memiliki signifikansi apapun terkait dengan permasalahan ini.
Selain yang terurai diatas, permasalahan yang sebelumnya telah diuraikan oleh penulis masih menemui kebuntuan, tanpa ada evaluasi dan perbaikan kongrit. Hal ini terkonfirmasi dari respon pihak Klinik Unram yang akan terurai dibawah ini.
Respon Buruk Pihak JPKMK atau Klinik Unram
Setelah perilisan tulisan “Sengkarut Pelayanan Kesehatan Mahasiswa Unram”, kembali dilakukan klaim atas biaya kesehatan oleh AM pada Jum’at (04/02) sore sekitar pukul 16.00. Klaim itu dilakukan dengan anggapan bahwa JPKMK atau Klinik Unram telah mengevaluasi dan berbenah.
Namun alih-alih berbenah, tulisan tersebut malah dianggap sebagai suatu bentuk pencemaran nama baik. AM yang berada di lokasi sontak dijadikan objek luapan emosi dan kemarahan. Sempat terjadi perdebatan keras, bahkan berkas-berkas termasuk juga KTM dan KTP asli AS dirampas oleh pihak Klinik Unram. Penulis bahkan diancam akan dipidanakan dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Jelas, selain dapat dipandang sebagai sikap antikritik, ancaman pemidanaan pencemaran nama baik ini sama sekali tidak berdasar.
Pertama, dalam pasal 310 KUHP pencemaran nama baik itu menyangkut individu (orang), bukannya lembaga (badan hukum). Kedua, pasal 310 KUHP yang mengatur tentang pencemaran nama baik memberikan perlindungan terhadap perbuatan yang dilakukan demi kepentingan umum. Dalam hal ini, tulisan itu dibuat demi kepentingan umum mahasiswa Unram. Ketiga, sekalipun di-dikte dengan relasi kuasa atau pasal-pasal dalam undang-undang, penulis tidak akan pernah takut apalagi tunduk! Keempat, nama baik hanya akan tersemat pada entitas yang memang baik.
Perampasan berkas itu dimaksudkan agar penulis melakukan klarifikasi, menyampaikan permohonan maaf secara terbuka dan menghapus tulisan. Sebagai informasi, hingga tulisan ini dibuat, berkas tersebut masih tertawan. Perampasan berkas, KTM dan KTP adalah cara untuk membunuh kritik, selain itu, hal tersebut terlarang oleh hukum.
Klarifikasi tulisan. Pertama, entah klarifikasi apa yang dimaksud oleh pihak JPKMK atau Klinik Unram. Dengan memerintahkan penulis melakukan klarifikasi, pihak Klinik Unram telah gagal memahami makna kata klarifikasi. Terjadi pembiasan makna.
Klarifikasi kini dimaknai sebagai sekedar penyesalan dan pengakuan atas kesalahan. Padahal, klarifikasi bermakna penjernihan atau penjelasan. Bukan penulis yang seharusnya melakukan klarifikasi atas muatan tulisan tersebut, sebab pokok persoalan telah diuraikan dengan terang.
Seharusnya, yang melakukan klarifikasi adalah pihak JPKMK dan Klinik Unram atau setidaknya RS dan Birokrasi Unram. Mengapa terjadi disinformasi antara lembaga di Unram? Mengapa mahasiswa tidak pernah diinformasikan tentang klasifikasi penyakit yang dapat diklaim dan yang tidak, beserta dengan dasar aturannya? Mengapa ada pembatasan waktu klaim biaya kesehatan? Jika diteruskan, ada teramat banyak ketidakjelasan yang seharusnya diklarifikasi oleh JPKMK, Klinik, RS dan Birokrasi Unram.
Selanjutnya, penulis justru akan meminta maaf, hanya apabila tulisan tersebut dihapus. Permintaan maaf itu bukan kepada pihak JPKMK atau Klinik Unram, melainkan kepada segenap mahasiswa Unram yang pernah bernasib sama sebagaimana penulis, dan kepentingannya gagal diperjuangkan oleh penulis. Lebih dari itu, berpikir dan menulis ialah hak asasi yang dijamin secara demokratis dan konstitusional. Penulis tidak akan pernah meminta maaf hanya karna berpikir dan menulis.
Menghapus tulisan. Terakhir, yang seharusnya dihapus bukanlah tulisan, tetapi ketiadaan profesionalitas, perhatian, dan keengganan untuk mengakomodir kepentingan mahasiswa.
Ini bukan sekedar persoalan klaim pengembalian biaya kesehatan, meski klaim biaya kesehatan itu tetap terhitung berharga bagi mahasiswa yang mayoritasnya anak kos. Lebih dari itu, ada persoalan kesehatan dan keselamatan mahasiswa yang seharusnya terpenuhi. Sukar kiranya kita bisa berharap bahwa perawat-perawat dan petugas kesehatan JPKMK atau Klinik Unram dapat mengedepankan kemanusiaan, kesehatan serta keselamatan mahasiswa bila permasalahan ini hanya dikerdilkan pada persoalan materi dan biaya perawatan.
Kedepannya demi kepentingan kemanusiaan, yakni keselamatan dan kesehatan mahasiswa, alur birokratis yang rumit dan tidak jelas ini harus dipangkas. Rs Unram harusnya mampu membebaskan mahasiswa Unram dari seluruh biaya pengobatan dan perawatan kesehatan dengan atau tanpa dasar surat rujukan dari Klinik Unram. Atau, sebagai alternatif, Klinik Unram harus menyediakan pelayanan kesehatan yang selalu tersedia bagi mahasiswa Unram. Sebab tidak seperti Klinik Unram, sakit yang mendera mahasiswa unram tidak kenal libur dan akhir pekan.