Oleh : Ozy
“Ingatlah bahwa dari dalam kubur, suaraku akan lebih keras dari pada di atas bumi”. Kata-kata dari Tan Malaka yang menjadi pembangkit jiwa para aktivis mahasiswa untuk berlawan dan menyampaikan kebenaran. Kata-kata itu seolah terbukti pada situasi dan kondisi sekarang di mana nama Tan Malaka menjadi idola bagi para aktivis pemuda mahasiswa yang sedang memperjuangkan kebenaran. Banyak karya-karya dan tulisannya yang di jadikan sebagai referensi dan relevan untuk berlawan. Sebut saja Aksi Massa, Gerpolek, Semangat Muda, Madilog dan masih banyak lagi karya-karyanya yang tetap eksis di kalangan aktivis mahasiswa.
Dalam bukunya yang berjudul Aksi Massa Tan Malaka menyampaikan bahwa dalam merebut hak-haknya baik itu kebutuhan politik maupun kebutuhan ekonomi rakyat harus menggunakan aksi massa dalam menggapai hak dan kebutuhannya. Baik itu mogok, demonstrasi ataupun kampanye. Tentu aksi massa yang di maksud Tan Malaka bukanlah aksi yang berupa putch atau anarkisme belaka karena aksi-kasi seperti itu tidak akan menghasilkan suatu kemenangan bagi rakyat mala menghasilkan kekacauan dan menurunkan kepercayaan rakyat akan aksi massa.
Aksi massa yang di maksud adalah aksi yang berasal dari massa atau rakyat banyak yang terdidik dan terorganisir yang sedang mengalami satu persamaan nasib yaitu di hisab dan di tindas oleh suatu rezim atau kebijakan hasil dari sistem modal (kapital). Seperti kaum buruh yang di pangkas upahnya, petani yang di rampas lahannya, mahasiswa yang di mahalkan buaya pendidikannya dan semua golongan rakyat yang merasa resah akan suatu kebijakan yang di keluarkan oleh rezim. Untuk menyukseskan aksi massa dalam merebut hak dan tuntutan rakyat, rakyat arus bersatu dan tidak terpecah-pecah, buruh, tani, mahasiswa, dan semua golongan proletar harus menjadi satu kesatuan yang utuh dan memiliki sikap politik yang sama untuk melakukan perlawanan dan bangkit dari ketertindasan. Seperti yang dikatakannya dalam Aksi Massa “siapkan barisanmu dengan selekas-lekasnya! Gabungkanlah buruh dan tani yang berjuta-juta, serta penduduk kota dan kaum pelajar di dalam satu partai massa proletar”.
Bapak Republik Indonesia itu pun pernah menyampaikan bahwa dalam perjuangan kemenangan harus direbut secara 10p% oleh rakyat dengan carah menumbangkan si penindas tampa menggunakan metode lobi-lobi atau diplomasi. Karena dengan menggunakan metode diplomasi kemenangan yang diraih oleh rakyat hanya setengah karena ada proses tawar-menawar. Metode diplomasi hanya akan menghasilkan kesepakatan dari sak penindas dan si tertindas, dari hasil kesepakatan itu kemenangan yang di raih oleh rakyat (tertindas) hanya setengah dan si penindas masih memiliki kesempatan yang besar untuk menindas. Maka dari itu kemenangan bagi Tan Malaka harus 100% di raih oleh rakyat tanpa berdiplomasi atau bekerja sama dengan si penindas.
Mengingat Tan Malaka yang menjadi tokoh besar dalam gerakan dan banyak menjadi idola bagi para aktivis mahasiswa, apakah kondisi gerakan mahasiswa hari ini sesuai dengan apa yang ditawarkan oleh Tan Malaka?
Dengan kondisi gerakan mahasiswa hari ini yang berasal dari banyak latar belakang organisasi menjadikan gerakan mahasiswa terpecah-pecah akibat ego dari masing-masing organisasi. Masing-masing lembaga organisasi mahasiswa berlomba-lomba untuk menunjukkan eksistensi organisasi. Seolah-olah dalam gerakan, organisasi mahasiswa saling bersaing untuk menunjukkan taringnya siapa yang lebih hebat. Padahal tujuan gerakan adalah untuk melawan segala ketertindasan. Tan Malaka sudah menyampaikan, untuk menyukseskan kemenangan rakyat kita harus bersatu dalam satu kesatuan yaitu atas nama rakyat yang tertindas dan terhisab. Tidak lagi bicara saya dari organisasi ini dan itu. Tetapi kondisi sekarang mahasiswa yang seharusnya bersatu dengan rakyat kelas buruh, tani dan semua golongan rakyat masih mempertahankan ego masing-masing. Jangankan bersatu dengan rakyat dan golongan lain, antar sesama golongan mahasiswa saja kita masih terpecah-pecah. Bagaimana kita akan menggalang persatuan bila kondisi gerakan masih terpecah-pecah??
Selain berkotak-kotak, yang menjadi problem dari gerakan mahasiswa hari ini adalah banyaknya aktivis yang senang hati “menjilat muka para pejabat” dan menghianati gerakan itu sendiri. Banyak aksi-aksi besar terjadi dan orasi-orasi membara dari para aktivis bahkan mencaci maki para pejabat yang mengeluarkan kebijakan yang tak pro rakyat. Seolah-olah mereka sangat membenci dan ingin membumihanguskan para pejabat-pejabat korup yang anti rakyat, namun aksi-aksi besar dan orasi membara dari para aktivis, pasti ada tangan-tangan gelap bawah meja untuk berdiplomasi dan menghianati gerakan. Banyak di antara para aktivis yang bisa di katakan “oknum” yang berkoar-koar di jalan namun selepas aksi mereka bergandeng mesra dengan para pejabat di tempat-tempat kopi atau restoran dengan berbagai kesepakatan, tentu saja kesepakatannya untuk tak melanjutkan aksi. Hal semacam ini dijadikan hal lumrah bagi para aktivis (oknum). Selama ini masih terjadi , cita-cita Tan Malaka yang kita idolakan sangat mustahil akan terjadi. Jangankan untuk tidak tawar-menawar 50 50, tawaran yang dihasilkan malah untuk membiarkan para penindas tetap eksis dan di gantikan dengan amplop tebal dan masuk ke kantong pribadi sang oknum.
Mungkin saja apa bila Tan Malaka yang kita idolakan melihat situasi gerakan mahasiswa yang masih berkotak-kotak karna ego masing-masing dan tak mau bersatu dan juga masih banyak oknum aktivis yang menjilat muka para pejabat yang membeli otaknya dan menghianati gerakan, Tan Malaka mungkin saja akan berkata, “bakar saja buku-bukuku dan jangan lagi memajang posterku di didinding kamarmu”.