Oleh: AA Istri Adeka Saputri
Memikirkan sosok yang selalu aku rindukan membuat perasaanku tidak karuan malam itu, berhayal dapat memilikinya, bertukar cerita setiap malam. “Ahh, dasar bodoh, mengapa aku memikirkan hal yang tidak mungkin.”
Malam itu jantungku berdegub kencang hingga mataku berkaca-kaca, menatap langit agar air mataku tidak menetes. Sungguh hari yang sangat melelahkan sampai-sampai pikiranku jadi kemana-mana.
Saat aku menikmati malam yang sunyi itu, tiba-tiba terdengar langkah kaki yang meninggalkan keramaian kemudian duduk di sampingku dengan dua gelas teh hangat di tangannya.
“Aku bawakan teh, biar tidak banyak pikiran, sendirian.”
“Thanks,” ucapku
“Ayok cerita! Jangan disimpan sendiri.” Ucap Abi, lelaki yang lebih tua dariku itu.
Ingin sekali menceritakan semua kisahku yang menyedihkan ini, namun, aku bahkan tidak tau bagaimana kalimat yang benar ketika bercerita, bingung juga memilah kisah mana yang layak aku ceritakan pada Abi. Aku terlalu takut dianggap ‘tukang ngeluh’, olehnya.
Menatap mata Abi, berharap ajakannya bercerita itu akan usai jika aku membisu sambil mengusap-usap bibir cangkir teh yang dia bawakan, tatapannya memperlihatkan bahwa dia menunggu kalimat dari mulutku.
Abi mengalihkan tatapannya dengan kesal, lelaki yang ku kenal sejak dua tahun lalu ini benar-benar sangat ingin mendengar ceritaku.
“Sudah kenal lama, masih saja malu. Ceritakan saja tentang lelaki yang ada di pikiranmu itu, siapa tahu aku bisa memberi solusi pada perasaan tidak karuanmu, haha,” ucap Abi, sembari menyeruput teh hangatnya.
Ya, memang benar, Abi mengenal lelaki yang telah ? mengganggu pikiranku sejak 8 bulan lalu itu, bahkan mereka kenal jauh sebelum Abi kenal denganku.
“Ku kira dia berbeda, ternyata sama saja dengan pria lain yang hanya melihat wanita dari fisiknya saja.” Ucapku yang seketika menghancurkan sunyi.
Ku beri tahu Abi bahwa aku tak sengaja membuka story WhatsApp lelaki itu dengan postingan bahwa dia sedang mengikuti sebuah seminar dengan pemateri yang cantik dan masih muda, kemudian diberi keterangan “tidak menyesal aku membayar mahal”.
Abi menghela nafas kemudian berkata, “Tidak semua pria seperti itu, hanya karena membuat keterangan foto seperti itu kita tidak bisa menyimpulkan hal yang belum kamu buktikan,” ucap Abi.
“Siapa tahu maksudanya tidak menyesal itu karena pematerinya cerdas dalam berpendapat,” lanjutnya
Aku berfikir sejenak, merenungi apa yang Abi katakan. Apa memang aku saja yang terlalu berfikir negatif? Ya sudahlah.
**
Kami beranjak menuju teman-teman lain yang sedang berdiskusi dengan wajah-wajah yang ceria, aku datang dengan senyuman yang lebar di wajahku, walaupun hati belum teralihkan dari lelaki yang menganggu pikiranku itu.
Aku melihat Abi dengan beberapa teman pria yang lain sedang memperebutkan nomor antrian untuk bersalaman dengan Cahya yang kalah di permainan kartu. Cahya, wanita cantik dengan senyuman paling manis di wajahnya.
Seketika aku berfikir, ternyata semuanya “sama saja”.