Mataram, MEDIA—Puluhan jurnalis Koalisi kebebasan pers di Nusa Tenggara Barat (NTB), Menggelar aksi tolak Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran didepan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTB. Selasa. (21/05).
Aksi demo ini dilakukan sebagai bentuk penolakan Koalisi kebebasan pers, terhadap RUU Penyiaran Pasal 42 dan 50B ayat 2C. Yang dinilai mengancam kebebasan pers karena melarang jurnalisme investigasi dan pengambil alihan wewenang jurnalis, oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Pasal 42 RUU Penyiaran, (1) Muatan jurnalistik dalam Isi Siaran Lembaga Penyiaran harus sesuai dengan P3, SIS, dan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik Penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 50B ayat 2C RUU Penyiaran,(2) Selain memuat panduan kelayakan Isi Siaran dan Konten Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SIS memuat larangan mengenai;. Poin C, penayangan eksklusif jurnalistik investigasi;
Muzakir, anggota Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dalam orasinya menyampaikan ajakan kepada seluruh elemen masyarakat, untuk menolak RUU ini. Karena dinilai mengandung beberapa pasal yang kontroversial dan berpotensi mengancam kebebasan pers, secara independensi terhadap media yang ada di Indonesia. Diketahui RUU penyiaran 2024, merupakan revisi UU Penyiaran No. 32 tahun 2003.
“Tolak RUU yang mengekang kebebasan pers apapun dalilnya, kebebasan pers merupakan nyawa untuk terwujudnya kebebasan yang pers yang sehat dan bermartabat”. Orasinya
Massa aksi juga meminta peninjauan ulang kepada DPR, tentang pelarangan jurnalisme investigasi. Pelarangan ini dinilai akan mengkebiri fungsi pers, sebagai pilar demokarasi.
Muhammad Kasim anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI), juga turut mengungkapkan keresahan nya, terdapat lima poin permasalahan RUU Penyiaran, pertama terkait larangan jurnalisme investigasi.
“Produk investigasi kita anggap kasta tertinggi, dikarenakan resiko yang tinggi dan membutuhkan waktu yang lama. Nah ketika hal ini dibatasi hal ini merupakan pola pemerintah untuk membredel produk jurnalistik,” papar Kasim.
Kemudian Kasim juga menyampaikan, terkait kewenangan KPI yang nantinya berhak menyensor berbagai konten di internet, serta harus sesuai dengan Standar Isi Siaran (SIS). Pembungkaman kebebasan berekspresi lewat ancaman kabar bohong dan pencemaran nama baik. Dalam Pasal 50B ayat 2K. “Ini dilematis, hal ini dapat menjadi pintu masuk bagi misalnya pejabat, untuk menggungat produk jurnalistik,” lanjutnya.
Pembatasan kepemilikan perusahaan media, tidak lepas dari RUU Penyiaran ini, bagaimana nantinya nasib keberlanjutan media lokal? Hal ini tentu nantinya hanya memberikan peluang bagi orang tertentu mengenai kepemilikan media.
Tidak hanya itu, draft RUU Penyiaran juga melarang tayangan yang menampilkan perilaku yang mengandung LGBT. “AJI mengganggap RUU Penyiaran mengancam kebebabasan berekspresi di Indonesia, mengancam kebebasan berekspresi bagi kesenian lokal di media, “pungkas nya.
Kolalisi kebebasan Pers yang terdiri dari Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Wartawan Indonesia(PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Aliansi Media Siber Indonesia (AMSI) dan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI).(srh)