Mataram, MEDIA – Utang Provinsi NTB mencapai Rp229 miliar. Berdasarkan temuan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB, hal tersebut tentu memberi tekanan berat terhadap APBD tahun 2022, karena akan berpengaruh pada anggaran dibeberapa layanan seperti, pendidikan sosial dan kesehatan.
“Kita bisa melihatnya dari bagaimana pola penganggaran di APBD 2022 mirip dengan pola atau bagaimana target PAD disusun pada perubahan APBD tahun 2021,” kata peniliti FITRA NTB, Ramli Ernanda dalam kanal Youtube FITRA NTB.
Ramli mengatakan, ia menyayangkan Provinsi NTB memiliki utang begitu besar. Pasalnya, hal tersebut tentu menyebabkan belanja yang berhubungan dengan layanan publik khususnya layanan dasar terganggu.
“Sehingga, alih-alih visi misi NTB akan tercapai, kita patut cemas dan khawatir pada 2023 juga akan ada beban utang proyek lagi dari 2022,” ungkapnya.
Ramli menuturkan, tahun 2021 FITRA memprediksi PAD NTB terealisasi sebesar Rp2 triliun. Dan terbukti, angka tersebut mendekati kondisi dilapangan, tahun 2021 PAD terealisasi PAD 2021 sebesar Rp1,9 triliun.
“Artinya, proyeksi kami yang susun ini adalah potret pontensi real PAD yang kita miliki karena untuk perhitungan kami menggunakan data realisasi 10 tahun terakhir,” jelasnya.
Tahun ini, dia dan timnya memproyeksikan tahun 2022 pontensi riil PAD sebesar Rp 2,16 triliun. Hal ini dianggapnya jauh dibawah target PAD yang ditetapkan pemerintah daerah bersama dengan DPRD, yakni sebesar Rp2,57 triliun.
“Jadi, ada selisih yang cukup besar dengan proyeksi yang kami susun situasi tahun 2022 akan sama (muncul utang), apalagi tidak dilakukan perubahan-perubahan,” tegas Ramli.
Dia berharap, APBD perubahan 2022, perhitungan proyeksi pendapatan dilakukan secara terukur dan didasarkan kepada asumsi makro ekonomi. “Kita sangat berharap tahun 2022 tidak akan muncul lagi utang proyek kepada pihak ketiga dengan besaran yang sangat fantastis,” harapnya.
Apalagi sekarang, lanjut Ramli, Pemprov harus memulai membayar cicilan pokok utang dari total utang senilai Rp 750 miliar kepala pemerintahan pusat. Pemprov memiliki beban berat yang ditanggung selama delapan tahun, kemudian ditambah lagi dengan utang jangka pendek kepada pihak ketiga.
Menurutnya, jika terus sepert ini, visi NTB Gemilang tidak akan tercapai hingga akhir tahun 2023. Hal ini sangat mencemaskan. Pemerintah harus segera merespon baik, termasuk DPRD.
“Tapi nanti pada saat perubahan (APBD) kita harus betul-betul melihat realisasi semester 1 jangan sampai (terulang) seperti pada tahun kemarin,” tegasnya.
Realisasi PAD semester satu jauh dibawah 50 persen, tetapi justru targetnya yang dinaikkan. Peningkatannya tidak tanggung-tanggung, sampai Rp303 milliar dalam waktu tiga bulan. Karena APBD perubahan diketok (disahkan) pada Oktober. Artinya, dalam tersebut pemerintah mengejar Rp303 milliar untuk tambahan PAD.
Menurutnya, hal tersebut memberatkan SKPD yang memiliki tanggung jawab dalam mengumpulkan PAD. Ramli menegaskan, persoalan utang merupakan potret buruknya perencanaan dan hasrat belanja yang terlalu tinggi.
“Kita sebenarnya sangat berharap perencanaan tahun ini dan tahun depan dilakukan lebih baik lagi, lebih berkualitas lagi. Dan memastikan ada partispasi publik didalam (prosesnya). Karena sekali lagi, semakin baik kualitas perencanaan penganggaran kita, maka semakin baik pula layanan publik kita,” pungkasnya. (mhjr)