Bahan pokok tidak terlepas dari kehidupan masyarakat. Bahan pokok selalu menjadi kebutuhan pertama dan mendasar bagi masyarakat. Kebutuhan pokok yang mendasar bagi setiap manusia terdiri dari kebutuhan sandang, pangan dan papan. Dewasa ini, kebutuhan manusia semakin beragam, produk-produk yang ditawarkan banyak modelnya.
Hal tersebut tercermin pada tingkat kebutuhan masyarakat yang semakin beragam dan semakin meningkat, sehingga mengakibatkan masyarakat kesulitan dalam hal menentukan mana kebutuhan primer dan mana kebutuhan sekunder. Meski begitu, dari sekian banyak kebutuhan manusia, kebutuhan pangan, sandang, dan papan masih menjadi kebutuhan pokok utama yang mesti selalu menempati urutan atas dalam hal permintaan kebutuhan masyarakat.
Begitu pentingnya peran kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat, Ismet pada 2007 dan Suryana pada 2008 pernah mengatakan, pangan merupakan suatu kebutuhan dasar utama bagi manusia untuk dapat mempertahankan hidup, oleh karena itu kecukupan pangan bagi setiap orang pada setiap waktu merupakan hak asasi yang harus dipenuhi. Sebagai kebutuhan dasar dan hak asasi manusia, keberadaan pangan mempunyai peran sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa dan negara.
Ketersediaan pangan lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhannya dapat menciptakan ketidakstabilan ekonomi suatu Negara. Berbagai gejolak sosial dan politik dapat terjadi jika ketahanan pangan terganggu, yang pada akhirnya dapat membahayakan stabilitas nasional. Berdasarkan kenyataan tersebut, masalah pemenuhan kebutuhan pangan bagi seluruh penduduk setiap saat di suatu wilayah menjadi sasaran utama kebijakan pangan bagi pemerintahan suatu negara.
Jika mengacu pada pernyataan tersebut, masyarakat tak boleh dipersulit apalagi sampai dibatasi terkait kebutuhan bahan pangannya. Berhubungan dengan itu, normalnya, pemerintah mesti menyadari kondisi dan kebutuhan masyarakat. Negara kita sendiri, Negara Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Ketahanan pangan merupakan bagian dari ketahanan ekonomi nasional. Seperti kita ketahui, ketahanan pangan memiliki dampak besar pada seluruh warga negara di Indonesia.
Dalam hal ketahanan pangan, bukan hanya sebatas pada sesuatu yang dianggap mudah dan memiliki pengaruh besar terhadap pertahanan keamanan. Pertahanan pangan merupakan salah satu hal yang mendukung dalam mempertahankan pertahanan keamanan, bukan hanya sebagai komoditi yang memiliki fungsi ekonomi, akan tetapi ketahanan pangan merupakan komoditi yang memiliki fungsi sosial dan politik. Baik lokal, nasional maupun global. Untuk itulah, ketahanan pangan dapat mempunyai pengaruh yang penting pula agar pertahanan keamanan dapat diciptakan.
Berkaitan dengan hal tersebut, Negara Indonesia sebagai negara berdaulat, berkomitmen untuk mewujudkan ketahanan pangan. Hal ini tertuang dalam undang-undang No.7 tahun 1996 tentang pangan, dan ditindaklanjuti dengan peraturan pemerintah Republik Indonesia No.28 tahun 2002 tentang ketahanan pangan yang mengamanatkan, bahwa pemerintah bersama masyarakat bertanggungjawab untuk mewujudkan ketahanan pangan bagi seluruh rakyat.
Saat ini, ketahanan pangan harus menjadi prioritas negara. Dalam kondisi saat ini juga, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah mesti sesuai dengan relevan dengan kondisi masyarakat. Kebijakan yang dihadirkan tak boleh bertentangan dengan kebutuhan rakyat, apalagi sampa merugikan. Pun terdapat kebijakan yang merugikan masyarakat, kita berharap segera dicabut. Kenaikan harga minyak goreng, misalnya. Kenaikan harga minyak goreng telah terjadi sejak akhir 2021 dan sampai saat ini belum terselesaikan. Dimulai sejak November 2021, harga minyak goreng kemasan bermerek sempat naik hingga Rp 24.000 per liter. Pemerintah pun turun tangan dengan mematok kebijakan satu harga untuk minyak goreng, yakni Rp 14.000 per liter. Padahal, kita mengetahui, minyak goreng adalah salah satu komoditas dari sembilan bahan pokok yang bersifat strategis dan multiguna. Kedua sifat tersebut membuat minyak goreng menjadi salah satu komoditas yang memiliki peranan yang penting dalam perekonomian Indonesia.
Peningkatan harga minyak goreng yang tinggi tersebut, , hal ini disebabkan meningkatnya harga CPO dunia yang ikut memicu peningkatan harga CPO domestik dan jumlah persediaan CPO untuk pasar domestik. Kenaikan harga akan berdampak langsung kepada konsumen pengguna minyak goreng baik konsumen rumah tangga maupun konsumen industri terutama untuk industri pengolahan makanan skala kecil dan menengah. Salah satu jenis usaha dalam industri pengolahan makanan yang menggunakan minyak goreng sebagai salah satu bahan baku utama dan vital dalam proses produksinya adalah usaha penggorengan kerupuk. Kota Bekasi adalah salah satu Kota di daerah Jababeka yang mengalami kenaikan harga minyak goreng tertinggi yaitu sekitar 41,5 persen per kg. Kenaikan harga minyak goreng yang tinggi di Kota Bekasi akan mempengaruhi kondisi usaha penggorengan kerupuk di Kota Bekasi.
Selain itu, kebijakan yang tidak relevan dengan kebutuhan, bahkan terkesan menekan rakyat saat ini yakni pada 2 April lalu; pemerintah dengan resmi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Dimana sebelumnya, PT Pertamina (Persero) secara resmi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis RON 92, Pertamax, menjadi Rp12.500-Rp13.000 per liter mulai 1 April 2022. Meskipun menurut manajemen Pertamina, kenaikan harga Pertamax sekitar Rp3.500-Rp4.000 per liter tersebut menyesuaikan dengan lonjakan harga minyak mentah dunia. Namun, meski begitu, terlepas dari apapun alasannya, dalam situasi seperti ini tentu tidak akan memberi efek positif bagi masyarakat. Dalam situasi ini, pemerintah terkesan menindas masyarakat.
Perbaikan sektor kebutuhan pokok mesti menjadi elemen utama yang harus difokuskan pemerintah. Sebab permasalahan ini menyentuh langsung kehidupan masyarakat. Gardjito dan Rauf pada 2009 mengatakan, tujuan dari pembangunan ketahanan pangan adalah terwujudnya kemandirian pangan yang cukup dan berkelanjutan bagi seluruh penduduk melalui produksi dalam negeri. Ketersediaan pangan di suatu daerah dan pada saat waktu tertentu dapat dipenuhi dari tiga sumber, yaitu produksi dalam negeri, impor pangan, dan cadangan pangan. Ketersediaan pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan 5 diupayakan melalui produksi dalam negeri termasuk cadangan pangan. Impor pangan merupakan pilihan terakhir jika terjadi kelangkaan produksi pangan.
Perekonomian belum pulih sepenuhnya, tetapi masyarakat sudah dihantam berbagai kenaikan harga barang yang kian tak terkendali. Selain harga pangan yang terus naik, masyarakat harus menghadapi kelangkaan sejumlah barang subsidi. Sebut saja minyak goreng curah yang katanya disubsidi sehingga harga eceran tertingginya Rp14.000 per liter. Kenyataannya ternyata jauh dari harapan. Di pasaran, harga minyak goreng curah bahkan menembus Rp25.000 hingga Rp28.000 per liter. Tak hanya mahal, minyak goreng curah juga susah didapat. Pedagang dan konsumen harus antre berjam-jam hanya demi minyak goreng curah. Sementara, minyak goreng kemasan yang sempat menghilang saat pemerintah menerapkan harga eceran tertinggi (HET) Rp 14.000 per liter, saat ini melimpah.
Sekarang, bulan ramadhan sedang membersamai masyarakat Indonesia. Bulan yang dilambang sebagai bulan penuh berkah bagi seluruh umat manusia, tidak hanya yang beragama Islam. Namun pada perjalanannya, saat ini, bulan ini tidak benar-benar membawa berkah. Masyarakat kini sedang dihantam berbagai persoalan. Ada banyak hal menimpang menimpa kita. Hal ini tentu menjadi catatan tidak baik bagi pemerintah; bagaimana menyambut bulan ramadhan bersama masyarakat dengan keadaan mencekik sesama.
Dalam bulan ini, beragam profesi masyarakat bergantung dengan bahan-bahan pokok yang harganya dinaikkan pemerintah. Sebut saja penjual gorengan, misalnya. Kita bisa bayangkan betapa mengenaskan kondisi mereka. Dalam keadaan seperti ini, para penjual gorengan tersebut, tetap harus bekerja demi menghidupi anak, istri dan keluarga. Namun di sisi lain, mereka juga harus memikirkan betapa mengerikan naiknya harga bahan dasar mereka dalam bekerja, yakni minyak goreng. Mereka harus tetap hidup di tengah keadaan yang membuat mereka hampir mati.
Kita tak bisa terus tenggelam dalam situasi terpuruk seperti ini. Meski kita paham ekonomi dalam situasi ini sedang tidak baik (stabil). Pemerintah mesti memiliki siasat lain untuk memperbaikinya. Tentu dengan cara seimbang; Memperbaiki sistem dengan masyarakat, dengan lebih intens memberi pelatihan kepada mereka. Nanti, setelah masyarakat memiliki kemampuan yang memadai, akan dengan mudah menambah omset bagi daerah. Hal itu juga akan berdampak baik pemerintah; Pemerintah akan mendapatkan keuntungan.
Sebagai salah satu komoditas tanaman pangan yang utama, minyak goreng, bbm, padi, jagung, kedelai memperoleh perhatian yang khusus dari pemerintah. Produksinya diharapkan bisa mencapai tahap swasembada untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional dalam rangka menciptakan ketahanan pangan nasional.
Kini, dalam setiap langkah yang akan diambil (dijalankan), pemerintah mesti selalu mempertimbangkan aspek kesehatan, sosial, ekonomi, dan keuangan. Langkah pertama, program exit strategy yaitu pembukaan ekonomi secara bertahap menuju tatanan kenormalan baru. Kedua, program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Ketiga, melakukan reset dan transformasi ekonomi. Sebab eset menjadi penting karena berbagai sektor ekonomi sudah turun minus sehingga dari minus itu perlu dikembalikan ke 0, lalu dari 0 kita akan transformasikan agar berkembang menjadi positif.
Tetapi, Indonesia memiliki resiliensi lebih kuat dari negara lain. Tiga negara yang masih relatif positif secara ekonomi adalah China, India, dan Indonesia. Selain itu, ekonomi Indonesia di tahun 2020 diprediksi masih di jalur positif, yaitu menurut proyeksi IMF akan tumbuh 0,5% dan menurut World Bank diperkirakan tidak tumbuh (0%).Kalau kita lihat di kuartal pertama Indonesia juga masih positif, tapi memang di kuartal kedua dengan adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB), Indonesia diprediksi masuk di dalam jalur minus sekitar -3%.
Kuartal-2020, dari sisi konsumsi, yang membuat kontraksi adalah konsumsi yang pertumbuhannya turun dari biasanya di atas 5% menjadi 2,7%. Kemudian investasi tumbuh 1,7%, lalu konsumsi pemerintah masih menunjang dalam bentuk belanja negara melalui anggaran, yaitu tumbuh sebesar 3,7%. Sementara dari sisi dunia usaha (supply), sektor manufaktur tumbuh 2,1% dan perdagangan 1,6%, namun pertanian ada di 0%. Jadi pertanian ini menjadi perhatian untuk kembali bisa menopang di saat ekonomi seperti ini. Di bulan Juni-Juli akan ada panen raya, maka sektor ini diharapkan bisa membuat kuartal ketiga 2020 tidak terlalu turun, apalagi didukung adanya new normal.
Dengan pertimbangan pentingnya minyak, BBM, padi, jagung, kedelai secara ekonomi dan politik, pemerintah harus selalu berupaya meningkatkan ketahanan pangannya dari produksi dalam negeri. Pertimbangan tersebut, menjadi semakin penting bagi Indonesia karena jumlah penduduknya semakin membesar. Dengan sebaran populasi yang menyebar dan cakupan geografis yang luas, Indonesia memerlukan ketersediaan pangan dalam jumlah yang mencukupi, terdistribusi secara merata sepanjang waktu dengan harga terjangkau serta memenuhi kriteria kecukupan konsumsi maupun persyaratan non operasional logistik. Oleh karena itu, program pengelolaan distribusi dan pasar pangan sangatlah diperlukan. Kita perlu mengurai masalah pada permasalahan peran ketersediaan pangan (berdasar produksi tanaman pokok) terhadap stabilitas ekonomi, dan peran ketersediaan (kebutuhan) non-pangan terhadap stabilitas ekonomi.
Meski begitu, untuk tetap bertahan diri dalam kondisi seperti ini, tidak bisa hanya dilakukan oleh sebelah pihak saja, dalam hal tidak hanya pemerintah. Kita sebagai masyarakat juga perlu Persiapkan Dana Darurat, yakni untuk menciptakan ketidakpastian ekonomi yang akhirnya memukul berbagai sektor industri. Masih dari data yang sama, Berita Resmi Statistik BPS memperlihatkan kita bahwa masih banyak sektor usaha yang pertumbuhannya minus secara tahun ke tahun yaitu sektor industri, perdagangan, konstruksi, pertambangan, transportasi dan pergudangan, jasa keuangan, akomodasi makan dan minum, jasa perusahaan, dan pengadaan listrik.
Tekanan-tekanan di sektor usaha bisa memaksa perusahaan yang bersangkutan memperketat biaya operasional yang berujung pemutusan hubungan kerja (PHK). Secara tidak langsung, hal itu membuat rekrutmen karyawan tak menjadi prioritas, dan berimbas ke minimnya lowongan pekerjaan
Apakah yang akan kita lakukan jika kita menjadi salah satu korban PHK di masa pandemi yang akhirnya kesulitan untuk mencari pekerjaan baru? Dikarenakan kebutuhan masih terus ada, untuk menghadapi situasi seperti ini kita perlu mempersiapkan dana darurat.
Tanpa dana darurat yang cukup, besar kemungkinan kita akan kehilangan aset atau terpaksa berhutang untuk memenuhi kebutuhan bulanan kita, karena tidak adanya sumber pemasukan. Kita sudah mempersiapkan dana darurat minimal enam kali pengeluaran bulanan. Hal itu disebabkan ketidakpastian ekonomi masih cukup tinggi, tidaklah mudah mencari pekerjaan baru dalam waktu singkat seperti di masa pra-pandemi.
Lantas, bagi mereka yang belum punya, apakah terlambat untuk mengumpulkan dana darurat saat ini? Tentu tidak ada kata terlambat. Alokasikanlah dana minimal 10% dari pemasukan rutin setiap bulan untuk menabung dana darurat. Dengan melakukannya secara rutin, dana darurat yang terkumpul bisa mencukupi kebutuhan Anda saat dalam kondisi sulit.
Selain itu, perlu juga bagi kita melakukan Investasi. Seperti yang tercantum di Data Distribusi Simpanan Bank Umum dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), total simpanan bank umum mengalami kenaikan 11,3% dari Januari ke September 2020, alias dari Rp 6.035 triliun jadi Rp 6.721 triliun. Data ini menunjukkan bahwa di masa pandemi, orang-orang cenderung memilih untuk menabung, apakah Anda termasuk salah satu di antara mereka?
Menabung tentu baik untuk dilakukan, namun jika 100% dana Anda hanya disimpan di rekening tabungan, maka Anda kurang berinvestasi. Menempatkan 100% dana di tabungan hanya akan menambah aset tidur (aset yang tidak produktif). Bayangkan saja, bunga tabungan yang umumnya berjumlah 0 hingga 2% masih akan dipotong dengan biaya administrasi dari bank.
Hal itu pun menyebabkan pertumbuhan dana kita menjadi semakin lambat, dan tidak menutup kemungkinan pula bahwa seluruh dana kita akan tergerus inflasi.
Berinvestasilah agar Anda bisa mempercepat realisasi tujuan jangka panjang Anda. Secara garis besar, tujuan jangka panjang yang umum dimiliki sebuah keluarga adalah biaya pendidikan anak untuk jenjang tinggi (kuliah) dan biaya pensiun.
Dengan adanya tanda pemulihan ekonomi, maka ada baiknya melakukan rebalancing portofolio. Hal itu bisa dilakukan dengan memindahkan sebagian dana yang kita miliki di deposito atau di tabungan ke pasar modal untuk mendapatkan imbal hasil yang lebih besar.
Satu hal yang harus diketahui dalam investasi jangka panjang adalah fleksibilitas dalam menentukan pilihan instrumen investasi. Berinvestasi di instrumen tinggi risiko tentu bisa menjadi pilihan karena imbal hasil yang Anda terima bisa jauh lebih besar.
Kemudian melakukan, diversifikasi Investasi Sebagai Mitigasi Risiko. “Jangan pernah menaruh seluruh telur Anda dalam satu keranjang.” Ungkapan ini cukup erat kaitannya dengan diversifikasi investasi. Contohnya, seseorang berinvestasi dengan membeli emas dan saham. Di masa pandemi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat mengalami koreksi tajam pada Maret 2020. Tapi emas yang merupakan safe haven justru terus mengalami kenaikan nilai di saat ekonomi penuh dengan ketidakpastian.
Akhirnya, nilai total aset investasi kita pun menjadi terlindungi. Ketika kita hanya berinvestasi dengan membeli saham, tentu saja nilai aset kita akan tergerus dalam jumlah besar. Namun jika kita hanya memiliki emas, maka pertumbuhan aset kita akan berlangsung lambat. Lakukan diversifikasi investasi berdasarkan tujuan, usia, dan profil risiko investasi kita sendiri.
Untuk tujuan jangka pendek dalam 1 hingga 3 tahun, gunakan instrumen rendah risiko atau pendapatan tetap. Beberapa yang bisa dipertimbangkan seperti reksa dana pasar uang, deposito, atau surat berharga negara. Sementara itu untuk tujuan jangka menengah, Anda bisa memilih reksa dana pendapatan tetap, dan untuk jangka panjang pilihannya adalah reksa dana saham atau langsung membeli saham.
Tidak hanya itu, kita juga perlu memiliki Perlindungan Jiwa. Risiko-risiko dalam hidup seperti hilangnya pendapatan karena wafatnya si pencari nafkah atau ketidakmampuan pencari nafkah untuk bekerja karena cacat tetap total, jelas harus dimitigasi. Memiliki Proteksi Jiwa adalah salah satu cara yang tepat untuk mengatasi risiko ini.