Mataram, MEDIA – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Front Mahasiswa Nasional (FMN) Cabang Mataram menggelar aksi mimbar bebas di perempatan Bank Indonesia, Kamis (3/7). Aksi ini digelar sebagai bentuk respons terhadap meningkatnya dugaan intimidasi dan ancaman penggusuran terhadap warga di kawasan pesisir Tanjung Aan, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah.
Aksi tersebut menyoroti penyebaran surat peringatan pengosongan lahan oleh kelompok bernama Vanguard, yang disebut-sebut mewakili kepentingan investor di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika. Vanguard dinilai bertindak di luar kewenangannya dengan menekan warga agar segera mengosongkan lahan yang selama ini mereka manfaatkan untuk usaha dan kehidupan sehari-hari.
Setidaknya 186 pelaku usaha lokal seperti pedagang kaki lima, pengelola warung, guru surfing, dan pemandu wisata disebut terdampak dari rencana alih fungsi lahan menjadi kawasan hotel dan beach club.
Isu penggusuran warga bukan hal baru dalam pembangunan KEK Mandalika. Aksi mahasiswa ini menyoroti sejumlah catatan pelanggaran hak yang disebut terjadi sejak awal pengembangan kawasan tersebut. Proses pembebasan lahan disebut dilakukan tanpa konsultasi bermakna, transparansi hukum, maupun kompensasi yang memadai.
FMN mencatat bahwa banyak warga telah tinggal dan mengelola lahan di kawasan pesisir selama lebih dari dua dekade. Namun demikian, keberadaan mereka kerap diabaikan dalam proyek pembangunan yang diklaim sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN).
Disebutkan pula bahwa proyek ini didanai oleh Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), namun pelaksanaannya dinilai belum memenuhi prinsip-prinsip perlindungan sosial dan lingkungan internasional seperti Free, Prior, and Informed Consent (FPIC).

Kritik terhadap Pendekatan Represif
Aksi juga menyoroti pendekatan keamanan dalam penyelesaian konflik lahan. Dalam pernyataan sikapnya, peserta aksi mengecam keterlibatan aparat serta pihak keamanan non-negara dalam pengosongan wilayah pesisir, yang dinilai dapat mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia.
Penggunaan kelompok seperti Vanguard untuk menjalankan penggusuran dinilai bermasalah secara hukum. Mahasiswa mempertanyakan otoritas dan dasar legal dari tindakan tersebut, mengingat hanya pemerintah dan pengelola resmi kawasan yang memiliki kewenangan.
Aksi diakhiri dengan pembacaan sejumlah tuntutan. Di antaranya, mahasiswa mendesak dihentikannya intimidasi terhadap warga, evaluasi terhadap proyek-proyek strategis di kawasan Mandalika, dan pelibatan masyarakat terdampak dalam setiap proses pembangunan. Selain itu, mereka juga menyerukan perlunya pelaksanaan reforma agraria sebagai bagian dari agenda pembangunan nasional yang adil.
(rfi)