29.5 C
Mataram
Friday, October 4, 2024
spot_img

Covid-19 Dalam Pandangan Teori Sosiologi

OLEH: SANTI AFRIANA

Saat ini dunia sedang menghadapi darurat Virus Corona atau Covid-19.  Virus ini menyebar lebih dari 95% negara bahkan kasus paling banyak bergeser ke Eropa yang sekarang merupakan pusat penyebarannya. Virus ini diketahui menyebar melalui batuk, bersin, dan air liur. Virus Corona bisa masuk lewat hidung, mulut, dan mata yang akhirnya menginfeksi tubuh kita. Harus disadari bahwa batuk dan bersin orang yang terinfeksi virus ini bisa menempel di meja, kursi, atau benda-benda lainnya, sampai beberapa hari kedepan siapapun yang memegangnya akan bisa ketularan.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menetapkan Covid-19 sebagai pandemi.

Namun sebelum berlanjut, mari kita pahami konsep dari Pandemi, Epidemi, Endemi, dan Wabah ini!.

Tingkat siaga penyakit menular mulai dari tingkat daerah disebut Endemi, jika tidak direspon dengan sigap barulah akan mewabah sampai tingkat nasional (Wabah), dan dari sana bisa tambah parah lagi dan jadi nyebar ke negara tetangga (Epidemi), dan penyakit yang paling berbahaya bisa menyebar ke seluruh dunia atau disebut Pandemi.

Pandemi merupakan hal yang sangat berbahaya, karena menyebar sampai keseluruh benua di dunia, contohnya, seperti penyakit Malaria atau DBD yang sangat ditakuti anak-anak Indonesia adalah penyakit Endemi, dan Penyakit Ebola yang pernah ramai di negara-negara ini, itu semua baru tergolong Epidemi bukan pandemi. Dan kengerian Covid-19 ada diatas itu semua. Namun, Covid-19 ini bukan pandemi yang pertama dan bukan yang paling mematikan juga.

Kembali kepada sejarah, dimana kita pernah dilanda pandemi yang saking mematikannya dikenal sebagai Black Death. Pada abad ke-14, selama bertahun-tahun umat manusia diserang oleh penyakit yang menyebar dari kutu dan tikus, korban-korban yang berjatuhan tubuhnya berwarna hitam akibat infeksi bakteri, mereka menyerang kulit dan paru-paru manusia yang menimbulkan demam, sakit kepala, infeksi paru-paru dan menyebabkan ratusan korban meninggal. Ini terjadi karena dahulu manusia belum mengetahui bahwa ada makhluk hidup yang tidak terlihat yang bernama bakteri. Berbagai macam cara telah dicoba tapi semua tidak berguna di depan musuh yang tak kasat mata. Dan pada akhirnya wabah ini berhenti menyebar tapi dalam waktu 4 tahun saja sepertiga populasi Eropa saat itu menjadi korban, meski ribuan tahunnya manusia tidak menyangka pandemi seperti Black Death akan terulang. Namun ternyata, ada dan dikenal dengan Flu Spayol.

Mengerikannya, hanya dalam waktu 2 tahun flu ini menginfeksi sampai 500.00.000 jiwa atau spertiga populasi dunia dan menewaskan 50.000.000 juta nyawa, berkali-kali lipat lebih cepat dari serangan Black Death. Sekarang, ribuan tahun setelah Black Death dan Flu Spayol merebak, pandemi itu kembali datang dihadapan kita.

Salah satu langkah yang diambil beberapa negara dengan tingkat penyebaran tertinggi adalah Lockdown (isolasi terhadap kota atau bahkan negara), saat isolasi diterapkan orang-orang tidak diperbolehkan untuk masuk atau meninggalkan sebuah kawasan dengan bebas karena alasan yang darurat. Beberapa negara yang menerapkan Lockdown seperti Tiongkok (Kota Wuhan), Korea selatan (Daegu), Iran, Italia, Filipina (Manila), Denmark, Polandia, Spanyol, Lebanon, Perancis, Malaysia, Irlandia, India, dsb. Di Indonesia sendiri sampai 19 April 2020 tercatat jumlah kasus positif Corona sebanyak 6.575 kasus, dan 582 meninggal dunia.

Menurut Juru Bicara Pemerintah Dan Dirjen Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, Alasan Indonesia tidak menerapkan Lockdown adalah karena lockdown merupakan alternatif paling ekstrim sehingga perlu adanya alternatif rasioanl yang dikerjakan. Lockdown bukan hanya menutup penyebaran namun juga seluruh kehidupan sehingga kita tidak bisa berbuat apa-apa dan yang paling terpenting adalah bagaimana kita mengurangi kemungkinan orang bisa kontak dekat, menghindari kerumunan, mengurangi berada di tempat umum, bekerja dari rumah, belajar dan beribadah dari rumah. Menurutnya, kuncinya adalah mencari, menemukan siapa yang positif dan diisolasi sehingga tidak terjadi penyebaran bukan menutup suatu tempat, karena menutup namun tidak dicari percuma saja.

Jadi kenapa pemerintah tidak menerapkan lockdown karena bahwasanya tidak ada kegiatan diruang publik berarti tidak adanya perputaran ekonomi, semisal Jakarta akan di Lockdown pemerintah mustahil mengabaikan fakta keras bahwa 70% perputaran ekonomi Indonesi berlangsung di Jakarta, ingat saja peristiwa mati listrik di Jakarta dan Jawa barat, belum sampai sehari listrik mati industri merugi hingga ratusan milyar perjamnya. Sehingga untuk meminimalisir penyebaran virus, pemerintah menghimbau masyarakat untuk menerapkan physical distancing (pembatasan fisik) atau menjaga jarak dengan orang lain dengan berdiam di rumah dan mengurangi aktivitas diluar serta menghindari keramaian.

Didalam teori sosiologi, terdapat Teori Struktural Fungsional yang berasumsi bahwa, setiap sistem memiliki fungsi dan peran masing-masing. Struktural fungsional memusatkan perhatian pada kelompok, organisasi, masyarakat, dan kultur. Berbagai tokoh dan teori dalam perspektif ini seperti Robert. K. Merton yang dikenal dengan Teori Fungsi. Merton dikenal dengan konsep fungsi nyata (Manifes) dan fungsi tersembunyi (Laten) kedua istilah ini memberikan tambahan penting bagi analisis fungsional.

Mari kita analisis fenomena Pandemi Covid-19 dengan Teori Fungsi dari Robert. K. Merton tersebut.

Pertama, Fungsi manifes atau sering dikenal dengan fungsi yang diharapkan, jika dilihat secara seksama terkait dengan kasus dan fenomena Pandemi Covid-19, bahwa diketahui Pandemi ini berdampak pada lingkungan, dimana polusi udara berkurang drastis karena berkurangnya aktivitas dan berkurangnya jumlah volume kendaraan.

Di Tiongkok dan Italia lingkungan menjadi bersih setelah memberlakukan Lockdown bahkan di Negara Italia dan Tiongkok kualitas udara membaik, bahkan badan antariksa NASA dan ESA menyebut kadar gas berbahaya dilangit China menurun, secara tidak langsung pandemi ini dapat meminimalisir krisis lingkungan karena jutaan penduduk di bumi ini dipaksa diam dirumah, karena seperti yang diketahui bahwa krisis lingkungan terjadi karena aktivitas manusia sehari-hari yang berdampak pada kerusakan lingkungan, maka alam bisa sedikit bernafas lega dari segala kerusakan dan perubahan iklim yang terjadi.

Kedua, Fungsi selanjutnya ialah fungsi latensi atau fungsi tersembunyi adalah satu jenis dari akibat yang tidak diharapkan atau fungsi ini sering dikenal dengan fungsi yang tidak diharapkan. Dari kasus tersebut, fungsi latensi dari Pandemi Covid-19 adalah mengubah kehidupan manusia, manusia tidak lagi bepergian, tidak lagi dapat berkumpul dan ekonomi dunia melambat. Pandemi Covid-19 ini berdampak negatif bagi lingkungan yakni penggunaan energi yang berlebih, karena ketika manusia berdiam diri di rumah, berarti penggunaan energi listrik untuk bekerja, hiburan, dan kebutuhan rumah tangga berlipat ganda. Selain itu, pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada kesehatan dan lingkungan namun juga berdampak pada perekonomian. Hal ini menyebabkan sejumlah pelaku usaha mengambil langkah merumahkan karyawan tanpa gaji hingga melakukan pemutusan hubungan kerja, dan masyarakat disektor informal akan kehilangan penghasilan serta kebutuhan pangan akan terganggu.

Pada ujung tulisan, penulis berdoa semoga Pandemi Covid-19 ini cepat berlalu dan alam pulih kembali.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

20,000FansLike
1,930FollowersFollow
35,000FollowersFollow

Latest Articles