28.5 C
Mataram
Friday, September 20, 2024
spot_img

G20: Konvergensi Krisis dan Hegemoni Amerika Serikat

Oleh: Pantera Mantelli

Krisis,  Imperialisme AS, dan Hegemoni AS dalam Forum G20

Situasi krisis, fenomena kebangkrutan negara, dan kobaran perang diberbagi negeri menjadi penanda penting untuk melihat bagaiamana dunia bekerja di bawah sistem Imperialisme Amerika Serikat. Situasi krisis dan gelombang protes diberbagai negara terus dikampanyekan oleh rakyat dunia sebagai bentuk perlawanan atas sistem yang menghisap dan menindas. Ancaman depresi ekonomi, inflasi, dan pemangkasan subsidi, menjadi udara yang terus dihirup oleh rakyat dunia saat ini.

Pada bulan November mendatang, Indonesia menjadi Presidensi Konfernesi Tingkat Tinggi Group of Twenty (KTT G20) yang ke-17 yang akan diselengarakan di Bali dengan tema Recover Together Recover Strongher untuk membahas situasi krisis yang tengah menghantam berbagai negara saat ini. G20 sebagai utama kerja sama ekonomi merepersentasikan 60% populasi dunia, 80% PDB global, dan 75% perdagangan internasional dengan keanggotaan 19 negara dengan kekuatan ekonomi dunia serta 1 organisasi antar pemerintahan dan supranasional yakni Uni Eropa.[1]

Lahirnya G20 tidak terlepas dari sejarah krisis pada tahun 1997 – 1998 dan krisis 2008 Subprime Mortgage, yang selanjutnya krisis kesehatan pandemi Covid – 19. Secara sejarah, situasi krisis terjadi sejak awal lahirnya sistem kapitalis pada abad ke-18 dari kapitalis perdagangan bebas menuju kapitalis monopoli saat ini.[2]  Kembali ke KTT G20 yang akan diselenggarakan di Indoneisa, jika dicermati lebih jauh forum ini tidak lebih dari forum negara kaya dengan kekuatan kapital untuk mengontrol dan mendominasi negara berkembang maupun negara miskin, pembangunan ekonomi neoliberalisme yang menjadi modelitas pembangunan ekonomi dunia utamanya ketika paham neoliberalisme menguat dan menjamur diberbagai negara pada tahun 1970-1999 (Keynesian) hingga saat ini. [3]

Dalam forum G20, Amerika Serikat yang menjadi wajah utama Imperialisme menjadi negara paling mendominasi diantara negara anggota G20 yang lain, dilihat dari kekuatan kapital, Amerika Serikat menyumbang 25% terhadap ekonomi dunia dengan Produk Domestik Bruto (PDB) US$ 22,996,100[4] serta kekuatan militer  Power Index Score 0,0453 yang menjadikan Amerika Serikat sebagai negara dengan kekuatan militer peringkat satu[5]. Secara politik, Amerika Serikat memiliki mesin politik berupa lembaga keuangan global dan asosiasi – asosiasi internasional dalam berbagai bentuk kerja sama multirateral dan bilateral, seperti lembaga Bretton Woods System (BWS) yang lahir pasca perang dunia ke-2 (1939 – 1945), sebut saja International Monetary Fund (IMF), World Bank (WB), dan Wolrd Trade Organisation (WTO), dan North Atlantic Treaty Organization (NATO), dimana Amerika Serikat mempunyai kursi dominan sehingga secara langsung Amerika Serikat memiliki daya imperatif untuk menundukan dan mengikat berbagai negara dengan berbagai konsesus dan keputusan yang akan dibuat.[6]

Disisi lain, situasi krisis yang menjurus pada perang dan tensi politik antara Amerika Serikat, Rusia, China dalam KTT G20 juga tidak dapat dipisahkan. Sejak awal KTT G20 yang akan dilangsungkan di Indonesia menjadi politisasi bagi Amerika Serikat, tensi politik antara Amerika Serikat dengan China yang semakin memanas pasca diplomasi luar negeri Amerika Serikat ke Taiwan yang sebulan setelahnya Amerika Serikat mengumumkan penjualan paket senjata senilai US$ 1,1 miliar ke Taiwan membuat daftar tambah perseteruan Amerika Serikat dan China[7], kemudian tensi politik Amerika Serikat beserta blok barat dengan Rusia juga semakin memanas dalam KTT G20 dengan ancaman boikot bila Rusia hadir dalam KTT G20 di Bali[8]. Ketegangan politik Amerika Serikat, China, dan Rusia sesungguhnya mengaskan kedudukan dan hegemoni Amerika Serikat di dunia. Tentunya situasi geopolitik tersebut akan membawa dampak terhadap KTT G20, tapi sebagaimana karakter dari imperialisme, G20 tidak lebih dari perundingan antar negeri imperialisme untuk membagi kekuasaan mereka terhadap sumber daya alam, pasar, ekspor kapital, dan tenaga kerja murah sampai dengan pecahnya kontradiksi antar negara imperialisme.[9]

Pembahasan  dalam G20 

KTT G20 yang akan dilangsungkan di Indonesia membawa 3 isu prioritas mulai dari, arsitektur kesehatan global, transformasi digital, dan transisi energi berkelanjutan dengan pembagian 2 jalur pembahasan yakni, jalur sherpa dan jalur keuangan.[10]

Arsitektur Kesehatan Global

Pandemi Covid – 19 telah mengakibatkan perekonomian dunia menjadi terguncang, seluruh roda ekonomi menjadi macet. Melihat situasi krisis kesehatan yang berdampak pada krisis ekonomi menjadikan arsitektur kesehatan global sebagai isu yang penting untuk dibahas para petinggi negara dalam KTT G20 untuk memperkuat sistem kesehatan global yang mampu bertahan dari situasi krisis.

Transformasi Digital

Era digitalisasi sekarang menjadi salah satu pesan yang tersemat utamanya untuk mengakselerasi ketertingalan digitalisasi di negara berkembang dan miskin. Melalui upaya akselerasi UMKM kedalam ekosistem digital, kewirausahaan digital, dan revitalisasi peran perempuan di tempat kerja untuk penigkatan kemampuan digital.

Transisi Energi Berkelanjutan

Mengamankan aksesbilitas energi berkelanjutan, peningkatan teknologi cerdas & bersih, serta memajukan pembiayaan energi. Menjadi poin – poin dalam KTT G20, dengan mendorong pembangunan wadah untuk menampung investasi kearah kebijakan hijau utamanya pasca pertemuan COP-26 di Paris.

secara singkat, pertama, arsitektur kesehatan global untuk memperkuat ketahanan global dari serangan krisis sangat dibutuhkan tentu dalam narasi masa depan serangan dari entintas non-manusia menjadi suatu hal yang harus dimitigasi melalui kordinasi interkoneksi negara, akan tetapi, dalam situasi krisis kesehatan pandemi Covid – 19 proyek penelitian untuk vaksin dari raksasa farmasi untuk menghasilkan vaksin Covid – 19 untuk membantu negara keluar dari jurang krisisnya dengan penyelamatan manusia tidak terlepas dari profit.[11]  Sebagai suatu contoh kasus, vaksin Pfizer mengantongi pendapatan sebanyak US$81,3 miliar pada 2021, jumlah ini lebih tinggi 94,03% dari pendapatan tahun sebelumnya yang bernilai US$41,9 miliar.[12].

Kedua, transfromasi digital untuk mendigitalisasi sektor lokal dengan sentuhan teknologi, hal yang penting diperhatikan adalah Data as Capital (DaC) dan Data as Labour (DaL).[13] Komputasi teknologi kepada sektor lokal yang disponsori oleh raksasa platform secara efektif mengakumulasi data sebagai modal untuk mengaktivasi produksi data dari pengguna yang selanjutnya digunakan sebagai modal bagi raksasa platfrom usaha dan layanan yang secara esensi akan melahirkan ketimpangan relasi kuasa yang eksploitatif antara pemilik, pengguna, dan konsumen terlebih karena dorongan industri kreatif yang berbasis pada platfrom. Ketimpangan relasi dalam sektor digital antara pemilik, pengguna, dan konsumen tak ubahnya seperti diberikan wadah untuk mentransmisikan usaha lokal namun tetap bergatung pada aturan pemilik platfrom yang telah disesuaikan dengan alogritma pasar yang termonopoli, melalui salah satu forum diskusi KTT G20 World Economic Forum (WEF): Roundtable on Downstream Industries, Bloomberg CEO Forum, dan Digital Transformation Expo[14] akan disukseksi.

Ketiga, transisi energi terbarukan dan kebijakan hijau untuk menyelematkan bumi dari krisis energi saat ini sangat dibutuhkan untuk kelanjutan hidup dimasa depan, namun selayaknya pembangunan yang ada selalu merampas ruang hidup dan justru mempertajam keterbatasan   akses terhadap sumber daya alam. Sebut saja Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dalam pelaksanaannya untuk pembagunan ruas jalan, infrastuktur untuk transisi energi terbarukan seperti bendungan, lahan untuk panel surya, dan lain – lain justru menciptakan konflik agraria dengan kompeleksitas masalah, lebih – lebih pembangunannya didanai pihak swasta yang berorientasi profit.[15]

dari 3 isu prioritas di atas, didasarkan pada paradigma Washington Consesus sebagai pilar pembagunan ekonomi, untuk melakukan liberalisasi perdagangan dengan menekan tarif hingga level terendah, privatisasi terhadap perusahaan negara, dan deregulasi atau penghapusan aturan yang mengahambat penanaman modal asing dan perusahaan asing masuk kedalam suatu negara.[16]

Sejak tahun 1870 sampai sekarang, pembangunan ekonomi Indonesia selalu didasarkan pada investasi dan hutang dari lembaga BWS.[17] Pendanaan untuk 3 isu prioritas yang akan dibahas dalam KTT G20 nanti dimotori oleh keuangan inklusif, keuangan inklusif menjadi topik serius dalam setiap KTT G20 sejak pertama kali dilaksanakan. Keuangan inklusif adalah upaya untuk meliberalisasi industri keuangan dengan menekankan pada peminjaman dan produk jasa keuangan perbankan global. Pada level makro keuangan inklusif akan menjadi pilar untuk pendanaan terhadap 3 isu prioritas dalam KTT G20 dengan melibatkan lembaga multinasional yang secara bersamaan akan menghindarkan tanggung jawab untuk pembangunan negara berkembang, karena logika dalam keuangan inklusif bila 3 isu strategis yang dijalankan tidak berjalan dengan optimal atau gagal maka itu akan menjadi tanggung jawab mandiri dari negara  berkembang. Secara mikro, keuangan inklsuif akan menyediakan jasa dan produk keuangan secara formal yang menyasar masyarakat dengan level ekonomi menegah ke bawah akan tetapi dalam kenyataanya pinjaman keuangan tersebut cenderung digunakan untuk konsumsi, sehingga keuangan inklusif pada level mikro hanya menajamkan situasi kemiskinan.[18]

Gerakan Penolakan G20

Gerakan penolakan KTT G20 di Jerman dan Argentina menjadi contoh bahwa keputusan dalam KTT G20 hanya akan merugikan rakyat. Hampir dalam setiap KTT G20 gerakan protes rakyat selalu hadir dan guncangan atas pertemuan yang dilaksanakan. Gerakan di Tronotof, Jerman, dan Argentina menjadi suatu contoh nyata, penentangan didasarkan bahwa KTT G20 adalah pertemuan petinggi negara dan perusahaan multinasional untuk menggeruk super profit dari berbagai isu yang dibahas. Alih – alih membuat dunia lebih baik, KTT G20 tidak lebih dari konvergensi kapitalis monopoli untuk menyelematkan diri dari situasi krisis yang tak terbantahkan.

Bagi gerakan rakyat, KTT G20 menjadi momentum untuk menyuarakan situasi nasional, karena momen pertemuan ini akan menjadi titik balik perlawanan rakyat atas keputusan petinggi dunia, pembahasan dalam KTT G20 yang jauh dari situasi rakyat Indonesia, belajar dari gerakan penolakan di Hongkong pada saat KTT G20 berlangsung rakyat hongkong yang memanfaatkan momen tersebut untuk memusatkan perhatian publik atas UU Ekstradisi yang mengekang hak demokratis rakyat Hongkong.[19]

Tentunya masih banyak hal yang perlu dikaji dan diulas dalam KTT G20, sehingga ruang diskusi harus dibuka dan digalakan untuk mengasah dan menguji setiap pernyataan yang hadir dari negara.

Bacaan Terkait

Albertus Girik Allo. 2016. Liberalisasi Keuangan dan Pembangunan Ekonomi: Belajar dari Krisis Ekonomi Indonesia.

Hendar Purwanto. 2020. Covid-19 dan Krisis Industri Kreatif dalam Kapitalisme Digital: Komodifikasi Pekerja Media Digital dalam Kerangka Data as Labor.

Jhon Rosa, 2008, Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30 September, dan Kudeta Soeharto.

Joseph E. Stiglitz. 2002. Globalization and Its Discontents.

Mas’oed, Mohtar. 2002. “Tantangan Internasional dan Keterbatasan Nasional: Analisis Ekonomi-Politik tentang Globalisasi Neo-liberal”. Pidato Pengukuhan Guru Besar UGM.

Sahela Sabila. 2019. Peran Group of Twenty (G20) Dalam Mendorong Keuangan Inklusif (Financial Inclusion) Di Negara Berkembang (2009-2017): Perspektif Strukturalisme.

Slavoj Žižek. 2020. PANDEMIC: Covid-19 Shakes the World.

Vincent Bevins, 2020, The Jakarta Method.

Diskusi dengan Front Perjuangan Rakyat Nusa Tenggara Barat.

Laporan dari IMF dan WB dalam Indonesian Economic Prospect.

GDP.pdf

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/02/11/pendapatan-pfizer-melesat-hingga-9403-pada-2021

https://theconversation.com/a-history-of-crisis-can-the-g20-save-capitalism-from-itself

https://tirto.id/sejarah-modal-asing-di-indonesia-150-tahun-warisan-zaman-kolonial-f7hS

https://www.bbc.com/indonesia/dunia-61879793

https://www.cnnindonesia.com/internasional/20220903084655-134-842692/as-jual-senjata-rp16-t-ke-taiwan-di-tengah-ketegangan-dengan-china

https://www.g20.org

https://www.globalfirepower.com

https://www.presidenri.go.id/transkrip/pidato-presiden-republik-indonesia-pada-world-economic-forum-state-of-the-world-address/

https://www-autonominfoservice

https://www-democracynow-org./appearances/david_harvey

Unimplementable by design? Understanding (non-)compliance with International Monetary Fund policy conditionality

[1] https://www.g20.org

[2] https://theconversation.com/a-history-of-crisis-can-the-g20-save-capitalism-from-itself

[3] https://www-democracynow-org./appearances/david_harvey

[4] GDP.pdf

[5] https://www.globalfirepower.com

[6] Joseph E. Stiglitz. 2002. Globalization and Its Discontents. Selain itu baca juga Unimplementable by design? Understanding (non-)compliance with International Monetary Fund policy conditionality

[7]https://www.cnnindonesia.com/internasional/20220903084655-134-842692/as-jual-senjata-rp16-t-ke-taiwan-di-tengah-ketegangan-dengan-china

[8] https://www.bbc.com/indonesia/dunia-61879793

[9] Jhon Rosa, 2008, Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30 September, Dan Kudeta Soeharto. Selain itu baca juga Vincent Bevins, 2020, The Jakarta Method.

[10] Lihat kembali https://www.g20.org

[11] Slavoj Žižek. 2020. PANDEMIC: Covid-19 Shakes the World.

[12] https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/02/11/pendapatan-pfizer-melesat-hingga-9403-pada-2021

[13] Hendar Purwanto. 2020. Covid-19 dan Krisis Industri Kreatif dalam Kapitalisme Digital: Komodifikasi Pekerja Media Digital dalam Kerangka Data as Labor.

[14] Laporan Bank Dunia https://www.presidenri.go.id/transkrip/pidato-presiden-republik-indonesia-pada-world-economic-forum-state-of-the-world-address/

[15] Diskusi dan analisa dari kawan – kawan Front Perjuangan Rakyat Nusa Tenggara Barat.

[16] Mas’oed, Mohtar. 2002. “Tantangan Internasional dan Keterbatasan Nasional: Analisis Ekonomi-Politik tentang Globalisasi Neo-liberal”. Pidato Pengukuhan Guru Besar UGM.

[17] https://tirto.id/sejarah-modal-asing-di-indonesia-150-tahun-warisan-zaman-kolonial-f7hS

[18] Albertus Girik Allo. 2016. Liberalisasi Keuangan dan Pembangunan Ekonomi: Belajar dari Krisis Ekonomi Indonesia. Selain itu baca juga Sahela Sabila. 2019. Peran Group of Twenty (G20) Dalam Mendorong Keuangan Inklusif (Financial Inclusion) Di Negara Berkembang (2009-2017): Perspektif Strukturalisme.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

20,000FansLike
1,930FollowersFollow
35,000FollowersFollow

Latest Articles