Lotim, MEDIA – Siapa yang tak kenal beberok, makanan khas Lombok ini sangat khas dengan rasa pedasnya. Namun bagaimana jika beberok dicampur dengan Aik Pindang atau air sari pati ikan?
Inilah dia beberok aik pindang khas daerah rumbuk, Kecamatan Sakra Kabupaten Lombok Timur.
Yang membedakannya dari beberok pada umumnya adalah campuran kuah Pindang atau sari pati ikan yang memberikan cita rasa yang khas.
“Sebenarnya sama saja, tapi yang membedakannya itu kuahnya. Kuahnya itu hanya diproduksi di sini khusunya Lombok Timur, yaitu sari pati ikan,” ujar Yanis salah seorang penjual beberok aik pindang.
Beberok aik pindang juga sering disebut dengan rujak aik pindang, sebab bahan-bahan yang digunakan dalam beberok ini hampir mirip dengan bahan rujak pada umumnya.
“yang membedakannya juga adalah dia menggunakan buah-buahan, seperti rujak. Bahan-bahannya itu seperti yang utama itu adalah kuah air pindang atau sari pati ikan. Bahan tambahannya itu seperti nanas, mangga, kedondong dan bihun. Buahnya kita menggunakan yang setengah matang.” Sambung Yanis.
Makanan khas Lombok pada umumnya memang memiliki ciri khas pedas, namun hidangan khas Rumbuk ini bisa ditakar tingkat atau level kepedasannya sehingga semua kalangan bisa menikmatinya.
“Sesuai dengan ciri khas lombok, pedas bercampur dengan kuah pindang, menghasilkan rasa pedas yang berbeda dengan yang lainnya. Rasa pedas yang penuh akan bumbu, tapi bisa ditakar kok level pedasnya,” beber Yanis.
“Peminatnya itu banyak sekali, terutama anak-anak muda, khususnya anak kuliahan,” lanjutnya.
Disamping menjadi hidangan utama, beberok aik pindang juga bisa menjadi cemilan untuk mendampingi waktu senggang.
“Dijadiin makanan berat juga bisa, biasanya nanti ditambahkan lontong. dijadiin cemilan, pun bisa karena bahan-bahannya yang lebih mirip kayak rujak,” ungkap yanis.
Namun apa yang menjadi perdebatan adalah bukan beberok aik pindang lebih cocok dijadikan hidangan utama atau cemilan, melainkan perdebatan mengenai keaslian dari makanan ini.
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (“UU Hak Cipta”), Pada dasarnya hak cipta lahir secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata. Artinya bahwa jika ada klaim dari pihak lain maka sang pencipta boleh melakukan penuntutan atau gugatan tanpa melakukan pendaftaran terlebih dahulu.
Bagaimana dengan beberok aik pindang?, siapa penciptanya yang harus menuntut atau menggugat jika ada klaim dari pihak lain?.
Memang sampai saat ini, belum pasti mengenai siapa pencipta pertama dari hidangan ini. Namun pada dasarnya memang diakui secara jelas bahwa hidangan ini merupakan khas dari daerah Rumbuk, Kecamatan Sakra, Kabupaten Lombok Timur.
Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 13 Tahun 2017 Tentang Data Kekayaan Intelektual Komunal. Pengetahuan tradisional (Beberok aik pindang) kini diinventarisasi ke dalam data Kekayaan Intelektual Komunal (KIK), yakni kekayaan intelektual yang dimiliki oleh masyarakat umum bersifat komunal terdiri dari Ekspresi Budaya Tradisional, Pengetahuan Tradisional, Sumber Daya Genetik, dan Potensi Indikasi Geografis.
Namun kebanyakan masyarakat rumbuk tidak tau menau mengenai Kekayaan Intelektual Komunal ini. Salah satu contoh misalnya Yanis, ketika ditanyai mengenai hal tersebut ia bahkan mengungkapkan tidak pernah mendengar hal tersebut.
“Tidak tau, soalnya kalau di desa makanan khas tidak perlu di daftarkan, soalnya masyarakat udah tau itu adalah makanan khas daerah yang disana,” katanya.
Banyak sekali manfaat ketika didaftarkan produk ini, Secara sederhana memang keuntungan mendaftarkan HKI Komunal untuk beberok aik pindang adalah untuk melindungi klaim dari pihak lain. Tetapi bukan hanya itu, juga bisa memberikan perlindungan hukum terhadap pencipta, hasil cipta karya serta nilai ekonomis yang terkandung didalamnya.
Menurut hemat kami, terbitnya Permenkumham 13/2017 merupakan bukti keseriusan pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap Kekayaan Intelektual Komunal. Namun keseriusan tersebut harus ditingkatkan, sebab aturan yang diterbitkan diatas tidak berlaku jika tidak ada pergerakan dari struktur hukum itu sendiri (Pemerintah). Buktinya saja Yanis, ketika ditanya mengenai Kekayaan Intelektual Komunal ia bahkan merasa asing dengan kata-kata tersebut.
“Baru tau ini, kalau gak diatanya ini kita gak tau,” Ungkapnya.
penyusun :
1. M. Saeful Yanis Maulana (D1A020307)
2. Salman Ardi( D1A020472)
3. Rizkika Wahyuningsih (D1A020459)
4. Muhammmad Imam Firdaus Kasdi (D1A021223)
5. Muhammad Asy’Arya Suni (D1A021219)
6. Najla Syazwina Marwah (D1A021239)
7. M. Zahiruddin (D1A020310)
(ADV)