Oleh: Enriansyah
Ideo-Logis.
Abad Ke-20 Ideologi dipahami sebagai pandangan yang lahir dari dalam dan dari luar, sifatnya masuk akal oleh penilaian publik dan individu, sebuah keniscayaan demikian yang mengharuskan manusia menerima deskripsi tersebut.
Tidak menutup kemungkinan siapapun yang mengemukakan pandangan dengan logis atau masuk akal, dianggap ideologis.
Doktrin-Doktrin Penilaian Empiris.
Interprestasi sebagian kecil manusia yang diungkap survei, membuktikan bahwa perbandingan yang ideologis dengan yang tidak ternyata lebih banyak yang tidak. Akibat kecenderungan industrialisasi modern dari luar, produk neo-kolonialisme luar menginginkan bangsa indonesia dijajah dengan hal yang sederhana, semisal : alat teknologi berupa “Komputer, handphone, games, dan alat-alat yang membahayakan”, produk demikian menjadi objektivitas titik kefokusan bangsa indonesia.
Outputnya, korban produk itu melupakan hal-hal yang menyangkut kewajibanya sebagai manusia.
Seolah-olah alat teknologi sebagai kewajiban hidup hanya alat yang dikelola atau dikendalikan oleh manusia. Justru paradoks, sebaliknya alat yang mengelola dan mengendalikan manusia.
Tidak hanya yang ideologis, yang tanpa ideologi pun mengalami konservatisme yang sama. Tidak mampu mengendalikan ke-etisan ilmu pengetahuannya.
Sekalipun Jurgen Habermas berpendapat bahwa ilmu pengetahuan lahir dari ketidak-etisan dan imoralitas manusia. Namun Tetap muncul klaim bahwa ilmu pengetahuan tak mampu menasehati setiap individu manusia, malahan memilih menjadi oportunis, dan mengedepankan materialis.
Siapa yang hendak mengontrol ketidak etisan dan imoralitas ilmu pengetahuan dan meminimalisir untuk tidak memilih menjadi oportunis dan materialis?
Jawaban: yang hendak mengontrol ketidak etisan dan imoralitas pengetahuan manusia adalah diri manusia, melalui penilaian pikiran dan batin, karena kebenaran ideal dan tuhan bagi rasio manusia adalah pikiran dan batinnya.
Menurut hemat penulis, pentingnya sarana ruang pembelajaran seperti Baca, diskusi, kajian lebih-lebih menulis sebagai investasi kemanusiaan.
Uraian ruang pembelajaran tersebut mesti dihargai dengan pelaksanaan, dengan demikian kita dapat memahami serta merefleksikan keterjajahan disetiap ruang kehidupan sosial maupun individu.
Melalaikan kewajiban dan mengedepankan yang non-produktif akan berakibat fatal bila secepatnya tidak diganti dengan hal produktif dan membangun.