25.5 C
Mataram
Sunday, November 10, 2024
spot_img

Penderitaan Superfisial dan Bagaimana Kejahatan Bisa Dibenarkan : Resensi Buku Kejahatan dan Hukuman (Crime and Punishment)

Oleh : M. Zahiruddin

Deskripsi buku

Judul buku          : Crime and Punishment

Penulis buku      : Fyodor Mikhailovich Dostoyevsky

Penerbit              : Penguin Classics

Tahun terbit       : 1866, Terjemahan pertama diterbitkan oleh Viking pada tahun 1991, diterbitkan di Penguin klasik 1991, diterbitkan kembali dengan revisi 2003.

Penerjemah       : David Mcduff

Tebal halaman   : 727 halaman

Genre                : philosophical, psychological

ISBN                  : 978-0-141-90835-9

Crime and punishment merupakan salah satu mahakarya dari Fyodor Dostoyevsky yang tergolong dalam sastra klasik dalam hal ini sastra Rusia. Mengisahkan tokoh bernama Rodion Romanovich Raskolnikov, seorang mahasiswa hukum yang  terpaksa menyudahi kuliahnya lebih cepat lantaran mengalami kesulitan finansial. Berlatar pada era pra-revolusi sekitar tahun 1800-an di Sant Petersburg, Rusia.

Dostoyevsky merangkul campuran linguistik kompleks yang melekat dalam sastra Rusia pada novel ini. Ia mengajak pembaca memakai sudut pandang psikologis dan filosofis untuk  menyelami kegelapan dalam diri manusia. Bagaimana orang-orang yang mengalami kesengsaraan dan penderitaan superfisial (dalam hal ini kemiskinan) kehilangan nilai-nilai spiritualitas mereka.

Dostoyevsky juga menyampaikan reaksinya terhadap kaum-kaum nihilis yang berkembang di kalangan pemuda radikal era itu. Hal ini ia sampaikan melalui penggambaran sang tokoh utama yang mengalami dilema eksistensial mengenai arti atau makna hidup itu sendiri. Ia ingin menunjukkan kepada pembaca apa yang menyebabkan hilangnya iman kepada Tuhan dan diabaikannya landasan moral dalam hidup.

Secara keseluruhan dalam resensi ini saya ingin menjabarkan bagaimana sinopsis dari novel ini, bagaimana kesengsaraan dan penderitaan superfisial mampu menyebabkan manusia tergerus jauh ke dalam kegelapan diri hingga mengabaikan nilai-nilai moral dalam hidup. Serta bagaimana manusia mampu abai terhadap moralitas kemudian membenarkan tindakan jahatnya.

Sinopsis

Rodion Romanovich Raskolnikov merupakan mahasiswa hukum yang harus menyudahi perkuliahannya di Universitas lebih cepat, dikarenakan mengalami kesulitan finansial untuk membayar biaya pendidikannya.  Ia tinggal di apartemen kumuh nan sempit di daerah Sant Petersburg, Rusia. Raskolnikov yang dibiayai oleh ibunya seorang pensiunan pegawai dan adik perempuan seorang pengasuh, harus hidup melarat dan kotor jauh dari keluarga.

Untuk melangsungkan hidup, Raskolnikov harus rela menggadaikan barang-barang berharga peninggalan mendiang ayahnya kepada seorang wanita tua pemilik apartemen sebelah bernama Alyona Ivanovna. Wanita tua itu sangat dikenal di daerah sekitar tempat Raskolnikov tinggal. Ia dikenal karena kekayaannya dan bagaimana ia begitu kejam terhadap para penggadai dengan menaikkan harga tebus beberapa kali lipat jika mereka telat dalam menebus barangnya. Wanita tua tersebut juga dikenal karena perilakunya yang tidak adil dalam memperlakukan adik tirinya yang bernama Lizaveta. Ia memperlakukan Lizaveta sebagai pesuruh, juru masak, dan tukang cuci di kediamannya sendiri. Ia bahkan sudah menuliskan surat wasiatnya agar harta kekayannya disumbangkan ke salah satu Biara tanpa meninggalkan sepersen apa pun kepada Lizaveta.

Berangkat dari permasalahan finansial, dan melihat bagaimana wanita tua tersebut menimbun kekayaannya yang begitu dibenci oleh orang-orang sekitar tempat tinggalnya, Raskolnikov akhirnya memutuskan untuk membunuh wanita tua tersebut, kemudian merampas aset dan kekayaannya untuk digunakan melanjutkan perkuliahannya. Ia merasa bahwa tindakan ini adalah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan keluarga atau dirinya dari kemiskinan.

Pada akhirnya Raskolnikov mengunjungi wanita tua tersebut dengan kedok menggadai barang lagi. Raskolnikov kemudian membunuh wanita tersebut dengan cara menghantam kepalanya menggunakan kapak hingga tengkorak kepalanya pecah. Setelah membunuh wanita tua tersebut, Raskolnikov segera merampas semua aset dan barang berharga milik wanita tua tersebut. Ketika sedang mengambil barang berharga dari wanita tua tersebut, tanpa Raskolnikov sadari tiba-tiba Lizaveta yang malang kembali ke Apartemen. Dan apa yang seharusnya tidak direncanakan Raskolnikov adalah harus membunuh Lizaveta dengan cara yang sama seperti wanita tua tadi.

Pasca pembunuhan tersebut, Raskolnikov mengalami demam, menggigil, dan rasa gemetar yang luar biasa. Sepanjang cerita Raskolnikov menunjukkan gejala kegilaan dalam dirinya, ia tiba-tiba akan bicara sendiri, mengalami delirium yang aneh, bahkan sangat anti sosial dan terus ingin menyendiri.

Raskolnikov harus menanggung penderitaan akibat dari tindakannya sendiri, selama merasakan demam dan delirium yang berkepanjangan ia dirawat oleh sahabatnya bernama Razumikhin dan seorang dokter muda bernama Zosimov. Namun Raskolnikov tidak pernah mau diperlakukan baik oleh Razumikhin dan Zosimov, ia lebih memilih menyendiri, dan tidak pernah mau menemui siapa pun bahkan Ibu dan Adeknya yang sudah jauh-jauh berkunjung ke Kota tempatnya tinggal.

Raskolnikov seakan tak hidup akibat penderitaan, dan rasa bersalah yang timbul pasca pembunuhan tersebut. Sepanjang cerita ia digambarkan begitu menderita, terkucilkan, bahkan hilangnya hasrat hidup akibat dari tindakan yang ia lakukan sendiri. Ia akan menghabiskan waktunya untuk merenung, bicara sendiri, jalan sendirian tengah malam, dibarengi dengan demam dan mengigil yang luar biasa. Ia juga tak jarang akan dihantui oleh pikirannya sendiri melalui mimpi-mimpi aneh yang dialaminya.

Penderitaan superfisial

Penderitaan superfisial dalam hal ini kemiskinan (meski tidak ringan) menjadi pangkal masalah yang mengantarkan kepada penderitaan yang mendalam dalam novel ini. Berawal dari kemiskinan secara ekonomi yang bukanlah suatu hal asing bahkan bagi sang tokoh utama, ia bahkan menjalani hidupnya dengan begitu miskin dan kotor. Namun meskipun miskin, sang tokoh utama digambarkan sebagai sosok yang dermawan dan iba.  Raskolnikov pada dasarnya adalah sosok yang selalu merasa iba dan merasakan penderitaan orang lain secara mendalam. Ia bahkan rela memberikan sisa uangnya kepada wanita yang baru ia jumpai di jalanan karena diduga menjadi korban pelecehan pria brengsek di sekitar tempat tinggalnya. Ia juga bahkan dengan suka rela membantu dan menguras sisa dompetnya kepada lelaki tua pemabuk yang hidup keluarganya sangat begitu miskin dan melarat.

Namun kemiskinan ekonomi tersebut akan berubah dan memburuk menjadi kemelaratan (destitution). Hal inilah yang akan menjadi titik awal Raskolnikov melancarkan kejahatannya, kemudian dihantui rasa bersalah dan kegilaan pribadi. Dosa yang ia pilih sendiri ini kemudian mengantarkannya pada neraka pribadi, “penderitaan yang disebabkan diri (self-inflicted suffering)”: ia tidak bisa hidup dengan dirinya sendiri.

“Kemiskinan bukanlah kejahatan, itulah kebenarannya… Tetapi kemelaratan, Bapakku terkasih, kemelaratan adalah kejahatan, Pak. Dalam kemiskinan engkau masih mungkin mempertahankan segala keagungan dari perasaan yang bawaan lahir, tetapi dalam kemelaratan: tidak ada yang mampu.” 

Berawal dari kemiskinan yang memburuk menjadi kemelaratan, Dostoyevsky mengajak pembaca menyelami titik tergelap dalam hidup manusia. Kemelaratan yang menimbulkan reaksi menyimpang atau tindakan jahat kemudian berubah menjadi rasa bersalah dan penderitaan diri yang sangat mendalam. Sang tokoh utama mengalami penderitaan diri sendiri yang luar biasa membuatnya seakan ‘tidak hidup’ akibat dari tindakannya sendiri.

Sepanjang cerita Raskolnikov digambarkan sangat anti sosial, ia bahkan secara sengaja menyeret orang lain ke dalam kebohongan yang ia buat sendiri mengenai kasus pembunuhan tersebut. Bukan hanya menderita secara psikis, Raskolnikov juga menderita dan begitu lemah secara fisik. Demam, menggigil kedinginan, pusing, lemas, rapuh bahkan sampai ke tulang-tulangnya.

Kejahatan yang dibenarkan

Raskolnikov yang menderita akibat dari neraka pribadinya justru malah digambarkan tetap otentik dengan kepribadian sombongnya. Ia yang mengalami dilema eksistensial akan makna hidup (nihilis)  hingga membuatnya mengasingkan diri dan menganggap dirinya paling sadar akan hidup seolah berbeda dari orang lain pada umumnya.

Menurut Raskolnikov ada dua jenis manusia di dunia ini, orang biasa dan orang luar biasa. Ia dengan terang dan jelas membagi dua kategori manusia ini.

Kategori manusia rendah (yaitu orang biasa), yaitu untuk mengatakan bahan mentah yang berfungsi secara eksklusif untuk mewujudkan sesuatu yang lebih seperti dirinya, dan kelompok orang lain (luar biasa) yang memiliki bakat atau bakat untuk mengatakan sesuatu yang baru di lingkungan mereka sendiri.”  

Manusia biasa yang dimaksudkan di sini ialah manusia yang bersifat konservatif, tenang, hidup dalam ketaatan, kemapanan, dan suka dipatuhi. Ia beranggapan bahwa golongan manusia biasa ini memang sudah seharusnya untuk taat karena itulah fungsi mereka dan tidak ada hal yang merendahkan mereka. Sedang kategori manusia luar biasa ialah manusia pemberontak, melanggar hukum, perusak, atau memiliki kecenderungan seperti itu tergantung kemampuannya.

Menurut Raskolnikov manusia luar biasa ini adalah penjahat, namun tindakan jahatnya tersebut akan selalu dibenarkan karena memiliki dampak yang lebih baik bagi kebanyakan orang. Ia bahkan menyebut Lycurgus, Solons, kaum Mahomet, Napoleon, dan seterusnya sebagai penjahat demi keberlangsungan hidup umat manusia.  Kejahatan yang dilakukan orang luar biasa ini tentu saja bersifat relatif dan beragam; sebagian besar yang mereka tuntu ialah penghancuran realitas saat ini demi kepentingan yang lebih baik. Tetapi jika orang tersebut merasa perlu, demi gagasannya, untuk melangkahi mayat, melewati genangan darah, maka dalam hati nuraninya dia dapat mengizinkan dirinya untuk melakukannya, selalu dengan memperhatikan sifat ide dan dimensinya.

Orang luar biasa ini adalah orang yang berbeda dari kebanyakan orang pada umumnya yang mampu mengeluarkan gagasan baru terkait kehidupan. Karena mampu mengeluarkan gagasan baru, orang-orang ini secara tidak langsung akan lebih superior dari orang biasa pada umumnya.

Raskolnikov beranggapan bahwa dengan membunuh wanita tua tersebut dan merampas harta kekayaannya ia mampu memperbaiki kesulitan ekonominya dan melanjutkan perkuliahannya di bidang hukum. Dan setelah selesai menempuh pendidikannya ia akan mengabdi kepada masyarakat luas menggunakan ilmunya.

Singkatnya saya berargumentasi bahwa semua orang tidak hanya orang-orang hebat, tapi bahkan mereka yang hanya sedikit menyimpang dari kebiasaan umum, artinya mereka yang hanya sedikit mampu mengatakan sesuatu yang baru, pada hakikatnya terikat untuk menjadi penjahat. Pada tingkat yang lebih besar dan lebih kecil tentu saja. Kalau tidak mereka akan kesulitan untuk keluar dari kebiasaan tersebut, dan sudah jelas bahwa, lagi-lagi karena sifat mereka, mereka tidak mungkin setuju untuk tetap berada dalam kebiasaan tersebut.

… Orang yang “luar biasa” mempunyai hak… bukan hak resmi, tentu saja, tapi hak pribadi, untuk membiarkan hati nuraninya melewati… rintangan tertentu, dan kemudian hanya jika pelaksanaan idenya (yang terkadang dapat menyelamatkan seluruh umat manusia) memerlukannya.”

Penutup

Dalam novel ini, Dostoyevsky dengan prosa yang kaya seolah ingin mengajak pembaca menyelami titik terdalam dan tergelap dalam kehidupan manusia. Totalitas kehidupan yang utuh seolah-olah hanya mampu dimanifestasikan jika manusia menyelami titik terdalam hidupnya dan naik lagi ke permukaan. Tentu titik terdalam/tergelap ini tidak bisa diidentifikasikan tanpa adanya definisi titik tertinggi/terang sebagai tolak ukur kebenaran. Dampaknya ialah sebuah hidup penuh dengan hal-hal superfisial tak akan mampu menjadi hidup yang utuh, begitu juga hidup yang penuh dengan kegelapan dan nestapa juga tak mampu menjadi hidup yang utuh. Sebuah hidup yang utuh ialah hidup yang terguncang, terancam dan mengalami dilema secara eksistensial, lalu terbebaskan melalui kebenaran.

Dostoyevsky mengajak pembaca kepada poin refleksi kedalaman hidup kita. Kedangkalan hidup tentunya bervariasi pada tiap individu, bagi beberapa, mungkin kemiskinan ekonomi cukup untuk menggaet sebuah krisis eksistensial, bagi yang lain mungkin bentuknya berbeda.

Diakhir cerita Raskolnikov mulai menemukan tujuan dalam hidupnya, ia bertemu dengan Sonya yang berkebalikan dengan apa yang ia percayai. Raskolnokov yang tidak percaya dengan hal-hal spiritual dan Tuhan berkebalikan dengan Sonya yang sangat religius. Mereka yang sama-sama menderita kemiskinan dan kemelaratan mulai saling menerima dalam sebuah ikatan cinta.

“Sebuah pikiran muncul dalam dirinya: ‘apakah tidak mungkin, keyakinannya kini menjadi keyakinanku?’…”

Penderitaan dalam hal ini merepresentasikan sisi yang lebih dalam dan gelap dalam hidup, tetapi mungkin ada secercah keindahan yang bisa diambil, lebih dari yang kita kira. Keindahan yang tidak berpusar pada penderitaan itu semata, tetapi justru pada kemerdekaan dalam kebenaran yang memberinya makna.

Jika ingin memahami hidup secara mendalam, novel ini cocok untuk dibaca berulang-ulang. Namun tidak dianjurkan membacanya tanpa ada modal pengetahuan di bidang filsafat.

Media
Mediahttps://mediaunram.com
MEDIA merupakan unit kegiatan mahasiswa (UKM) Universitas Mataram yang bergerak di bidang jurnalistik dan penalaran.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

20,000FansLike
1,930FollowersFollow
35,000FollowersFollow

Latest Articles