Kemiskinan adalah suatu problematika yang dihadapi oleh semua lapisan masyarakat bahkan di semua Negara. Kemiskinan menjadi salah satu masalah utama yang harus dientaskan oleh pemerintah. Karena ini menyangkut tentang kemakmuran suatu negara, jika masih banyak terdapat penduduk yang miskin berarti tingkat kemakmuran di suatu negara tersebut perlu dipertanyakan. Kemiskinan juga termasuk kedalam masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat, oleh sebab itu masalah kemiskinan termasuk kedalam masalah global.
Masalah kemisikinan di Indonesia memang sangat memprihatinkan, apalagi Indonesia merupakan negara berkembang, kemiskinan menjadi masalah terbesar yang dihadapi sehingga harus diperioritaskan. Menurut Supriatna (1997:90) suatu penduduk dikatakan miskin bila ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan, produktivitas, pendapatan, kesehatan dan gizi serta kesejahteraan hidupnya yang menunjukkan lingkaran ketidakberdayaan. Jika dilihat dari penjelasan tersebut maka tidak salah jika Indonesia menjadi salah satu negara penyumbang kemiskinan di dunia. Pendidikan yang rendah serta kualitas hidup yang sangat memprihatinkan membuat banyak sekali pengangguran yang berdampak kepada kemiskinan.
Pemerintah berupaya menekan angka kemiskinan hingga ke level 9,2 persen pada tahun 2021. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa mengatakan target tingkat kemiskinan pemerintah pada tahun depan berada pada kisaran 9,2 hingga 9,7 persen.
Salah satu contoh kemiskinan yang terdapat di Indonesia adalah adanya suatu penyimpangan di mana pekerjaan keras seorang lelaki dilakukan oleh seorang wanita. Wanita yang seharusnya melakukan pekerjaan yang mudah dituntut untuk melakukan suatu hal yang nampak berbeda dari biasanya yaitu pekerjaan laki-laki.
Seperti yang dilakukan oleh ibu Nuraini bekerja sebagai tukang parkir sejak 3 tahun yang lalu, ia memutuskan untuk menjadi tukang parkir untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Menjadi seorang tukang parkir adalah suatu keputusan yang berat baginya namun ia harus melakukannya, demi terpenuhinya kebutuhan tersebut. Ia mempunyai seorang suami dan satu orang anak berusia 3,5 tahun. Ia memutuskan untuk menjadi seorang tukang parkir karena untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Uang kiriman dari suaminya yang berada di Malaysia tidak mencukupi kebutuhan ekonomi keluarganya. Ia mulai bekerja sejak pukul 07.00 pagi sampai pukul 18.00 sore, ia menjelaskan dalam waktu sepanjang itu ia kadang-kadang mendapatkan uang sebesar Rp80.000 dan itupun harus dipotong dan diserah ke Dinas Perhubungan sebesar 30% dari hasil yang ia dapatkan.
Untuk menjadi seorang tukang parkir membutuhkan mental yang sangat kuat terlebih ia adalah seorang wanita. Di mana kebanyakan tukang parkir hanya dilakukan oleh seorang laki-laki, dan memang benar itu adalah pekerjaan seorang laki-laki. Walaupun terkadang seorang wanita sepertinya bisa melakukan pekerjaan tersebut, namun tetap saja kelihatan bahwa yang dilakukan itu tidak semestinya dikerjakan oleh wanita.
Dalam melakukan pekerjaan tersebut ia sedikit kewalahan, di samping Ia menjaga kendaraan tersebut, di sisi lain Ia juga harus menjaga buah hatinya. Memberinya makan, memandikannya dan mengurus keperluan lainnya. Sehingga tidak jauh dari sekitaran tempat parkir itu ia membuat pondok kecil untuk menyimpan semua keperluan dan kebutuhannya.
Dari fenomena di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa faktor ekonomilah yang menjadi masalah utama yang tengah dihadapi oleh ibu Nuraini. Selain itu juga ia mengatakan bahwa dahulu ia menikah pada usia yang relatif muda yakni pada umur 18 tahun, dan ia pun mengatakan bahwa putus sekolah sejak masih SMP, hal itu di karenakan faktor ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan. Oleh sebab itu ia memutuskan untuk menikah muda dengan tujuan untuk meringankan beban orang tua.
Sehingga, dari fenomena tersebut penulis menggaris bawahi bahwa ketidakmampuan ekonomi di kalangan masyarakat menengah kebawah menjadikan masyarakat yang miskin semakin miskin. Upaya untuk memperbaiki kedaan dengan menikah muda malah dapat menimbulkan masalah baru di kemudian hari. Di sisi lain putusnya pendidikan merupakan salah satu penyebab utama keadaan tersebut dapat terjadi. Di mana ketidakmampuan untuk memikirkan kedepannya adalah masalah yang akan dihadapi.
Semoga kita mendapatkan manfaat dari realitas apa yang kita lihat di masyarakat dan sebagai pelajaran serta landasan dalam menjalani kehidupan selanjutnya. Di mana sikap terbuka serta optimisme menjadi modal besar yang kita miliki, yang ada pada diri setiap individu. Untuk menjadi sebuah tonggak awal dalam meraih cita-cita dan harapan.
Penulis berpesan kepada kita semua bahwa pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang sangat pokok dan harus dituntut sampai setinggi mungkin. Dengan demikian jika seseorang memiliki pendidikan yang tinggi maka kehidupan dapat dikontrol serta tidak gampang untuk dibodohi. Adapun pernikahan merupakan hak setiap manusia di dunia, namun jika menikah di usia yang sangat muda akan menimbulkan masalah kedepannya, hal ini disebabkan karena pola pikir yang belum matang sehingga masih labil dalam mengambil suatu keputusan atau tindakan. Oleh karena itu marilah berpikir maju sehingga kedepannya kita dapat mengatasi kesulitan dalam kehidupan kita kedepannya dan kita juga dapat saling membantu satu sama lain, agar kehidupan yang kita jalani bisa bermanfaat dan bermakna.