Penulis: M. Rido Fajri
Mahasiswa Agribisnis Fakultas Pertanian
Penulis adalah mahasiswa pertanian S1 program studi agribisnis. Masa studi yang penulis jalani khusunya dalam pengerjaan tugas akhir atau skripsi memiliki cerita unik. Skripsi merupakan penugasan penelitian yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang masih hangat terjadi dimasa terkini (UMN, 2022).
Tugas mahasiswa dalam kegiatan ini adalah melakukan pengamatan akan suatu masalah yang ada dengan metode ilmiah yang tepat, kemudian menyusun sebuah solusi faktual atau sekedar rekomendasi strategis yang bisa diambil oleh pihak terkait yang dikatakan sebagai penerima dampak langsung, seperti pemerintah, masyarakat, atau pihak lain yang menjadi objek penelitian.Â
Penelitian penulis bertajuk mengenai agribisnis kelapa di Kabupaten Lombok Timur. Kelapa merupakan tanaman serbaguna karena hampir semua bagian tanamannya dapat dimanfaatkan menjadi barang/produk yang bernilai ekonomi. Produk olahan kelapa dikonsumsi oleh banyak manusia di berbagai negara bahkan menjadi sebuah barang kebutuhan pokok. Secara global, negara yang menjadi produsen kelapa terbesar No. 1 adalah Negara Indonesia (Kementan RI, 2021).
Fakta ini diambil dari rilisan Food and Agriculture Organization atau Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia. Pertumbuhan tanaman kelapa tersebar merata di seluruh wilayah provinsi. Salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki produktivitas kelapa yang tinggi adalah Provinsi NTB walaupun luas wilayahnya tidak terlalu besar. Kemudian, kabupaten yang ada di NTB yang memiliki area lahan panen kelapa yang luas adalah di Kabupaten Lombok Timur dan Kecamatan Labuhan Haji menajadi daerah dengan area lahan panen kelapa terluas. Jumlah panen yang banyak dan kualitas kelapa yang baik membuat daerah ini dipercaya oleh perusahaan besar dari luar daerah untuk memesan kelapa dari daerah ini.
Kepercayaan tersebut dapat dilihat dari stabilnya permintaan kelapa dari daerah tersebut dalam kurun waktu yang sudah lama. Rata-rata petani kelapa dan pelaku usaha kelapa yang ada sudah menekuni usaha tersebut selama bertahun-tahun. Namun, masalahnya adalah daerah tersebut memiliki produktivitas (ton/ha) kelapa yang rendah (BPS Kabupaten Lombok Timur, 2022). Hal tersebut menyebabkan permasalahan lain termasuk pada sektor perekonomian masyarakat.
Melalui proses penelitian dan penggalian fakta, masalah yang diteliti bermuara kepada kerugian masyarakat khususnya pelaku agribisnis kelapa. Masalah permukaan yang terjadi adalah para petani kelapa mengalami penurunan hasil panen drastis sehingga bisa dikatakan sebagai kondisi kritis. Menurut petani setempat hasil panen kelapa sebelumnya dalam 1 hektar bisa diperoleh sebanyak 1.000 buah, sekarang hanya mampu memperoleh sebanyak 200 buah saja dengan presentase penurunan sebesar 80% (Kardiman, 2023).
Penyebab terbesarnya adalah karena serangan hama (hama berwarna putih) dan dampak proyek tambang pasir yang berlokasi di dekat daerah perkebunan kelapa masyarakat. Gagal panen tersebut sudah berjalan 2 tahun lamanya. Wajarnya dalam sektor pertanian gagal panen hanya terjadi dalam sekali atau dua kali panen selama 2-3 bulan saja. Setelah itu penyebab masalah dapat diatasi pada masa panen selanjutnya. Rantai masalah ini akan berdampak pada pendapatan petani kelapa dan pelaku agribisnis kelapa lainnya, berdampak pada daya beli masyarakat, kemudian akan menjalar pada masalah sosial seperti kemiskinan dan pengangguran.
Dampak seriusnya adalah menganggu kestabilan ekonomi dan taraf hidup masyarakat NTB terutama masyarakat setempat. Setelah dilakukan penelusuran sampai unit terkecil yakni petani kelapa itu sendiri. Didapat misinformasi antara pemerintah terkait (Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Lombok Timur) dengan petani kelapa. Menurut pihak pemerintah terdapat bantuan berupa obat-obatan yang didistribusikan dan sosialiasi untuk menangani masalah hama ini. Namun menurut petani faktanya adalah tidak pernah ada bantuan apapun dari pemerintah selain bantuan bibit kelapa di awal penanaman kelapa pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Lalu kemana bantuan-bantuan itu didistribusikan?.
Masalah ini sudah berlarut sangat lama dan berakibat pada kelesuan perekonomian masyarakat terkait. Rantai penyebab lainnya adalah ketidakmaksilan pemerintah dalam memberdayakan para penyuluh untuk melakukan sosialiasi terkait mekanisme permohonan bantuan dari pemerintah sehingga petani pun tidak tahu harus melakukan apa. Bahkan mereka tidak tau nama penyakit, nama hama penyerang, nama obat, apalagi cara penanganan. Rata-rata petani yang ada merupakan petani yang sudah berumur, yakni 40-60 tahun. Sehingga sistem administrasi dianggap sesuatu yang ribet.
Pemerintah sudah tahu mengenai kendala tersebut, oleh karena itu pemerintah harus setidaknya bisa memberdayakan tenaga lapangan mereka untuk menghimpun informasi tersebut kemudian dapat dilakukan penanganan yang cepat dan tepat, tidak berlarut sampai selama ini. Hasil wawancara dengan petani kelapa menghasilkan ungkapan keresahan bahwa petani tidak mengharapkan adanya bantuan berupa distribusi obat-obatan, tetapi minimal ada informasi mengenai nama penyakit, cara penaganan, dan nama obatnya karena mereka bisa membeli dan mengaplikasikannya sendiri.
Hal sesederhana ini tidak dapat dilakukan oleh pemerintah terkait sebagai pihak yang memiliki otoritas. Artinya bahwa kinerja dan sistem tersebut tidak berjalan dengan baik sebagaimana mestinya.
Pemerintah kabupaten sudah tutup mata akan masalah sampai tersebut karena sudah berlarut sangat lama, yakni selama dua tahun. Apakah ini merupakan ketidaksadaran atau merupakan kesengajaan atau merupakan ketidakpedulian atau bahkan merupakan ketidakmampuan kerja? Sampai harus melalui penelitian mahasiswa hal ini bisa terungkap dan dapat diaspirasikan?
Sebagai mahasiswa aktivis yang peka terhadap masalah sosial masyarakat, maka melalui tulisan ini penulis menghimbau pemerintah untuk melakukan evaluasi serius dan perbaikkan terhadap sistem kerja yang sudah ditetapkan secara totalitas, ikhlas, dan peduli. Apabila tidak dilakukan penanganan dalam kurun waktu terdekat, maka akan beberapa sikap yang akan dilakukan, seperti akan menaikkan isu ini melalui audiensi dengan pemerintah provinsi (Pemda dan DPRD Provinsi), mekanisme demonstrasi, dan terakhir adalah propaganda melalui media sosial.