Oleh: Abdullah Al Hadid (mahasiswa Fakultas Hukum Unram)
Refleksi atas sejarah kebangsaan akan menyingkap peran penting pemuda dalam setiap momentum besar. Soekarno, Hatta, Syahrir, Tan Malaka dan founding father lainnya adalah pemuda, anak zaman yang memberikan dasar kenegaraan kita. Kini, sebagai sebuah entitas negara-bangsa, kita menghadapi momen peralihan penting. Bukan lagi diskursus tentang globalisasi yang tidak lagi relevan, tapi tentang era revolusi digital, yakni proses digitalisasi atau peralihan sarana (medium) kehidupan masyarakat dari yang korporeal ke digital. Segala dimensi kehidupan manusia, mulai dari bersosialisasi hingga pemenuhan ekonomi dilakukan melalui medium digital, yakni teknologi informasi.
Dalam peralihan besar itu, pemuda pantang terbawa oleh arus, tetapi harus berani menunggangi arus, semata-mata demi kemanfaatan. Di era digital sekarang banyak keuntungan yang kita bisa peroleh salah satunya kita bisa mudah mengakses segala macam informasi, dari informasi yang positif sampai informasi yang negatif melalui teknologi.
Akibat pertentangan dua kutub itu, banyak yang mengibaratkan bahwa kemajuan teknologi sekarang seperti dua mata pisau. Adapun kutub positif kemajuan teknologi ialah Informasi cepat tersebar di belahan dunia, teknologi semakin maju, sistem big data internet semakin canggih, perkembangan ilmu pengetahuan baru, kebebasan pers, peningkatan pertumbuhan ekonomi makro hingga nasional, kemudahan dalam hal komunikasi lokal hingga interkontinental, peningkatan pembangunan dan kemudahan perjalanan berkendaraan.
Sedangkan kutub negatif dari kemajuan teknologi ialah kiriman dari budaya asing yang tidak terseleksi dan kurang sesuai dengan konteks kebudayaan lokal, modernisasi mengkikis moralitas dan nilai-nilai lokal, media pemberitaan palsu, ketimpangan ekonomi, sumber daya manusia yang tertinggal oleh alat-alat, maraknya penyeludupan barang ke dalam negeri, penyalahgunaan dalam teknologi (cybercrime).
Tetapi dalam kemajuan teknologi, pemuda cenderung mengambil langkah praktis dan berani melakukan hal-hal yang lancung, tidak bersih dan tidak menjujung tinggi nilai kebersamaan. Kondisi tersebut menjadikan pemuda kian abai terhadap nilai-nilai moral dan menyebabkan fenomena cacat mental di kalangan generasi sekarang.
Kita melihat dalam berbagai aspek terkhusus di lingkup yang terkecil seperti Desa. Desa mulanya memiliki rasa gotong royong yang sangat tinggi, memperhatikan pemuda yang satu dengan yang lain dan menghomati yang lebih tua. Sekarang nilai gotong royong telah mulai memudar. Pemuda enggan bepartisipasi dalam kegiatan sosial dan kemajuan desa. Padahal sudah ada wadah yang di siapkan oleh pemerintah tetapi pemuda saat ini tidak bisa manfaatkan dengan baik.
Kita ketahui bersama Sejarah pengerakan pemuda dari 1928 sampai reformasi bisa menjadi refensi bagi pemuda sekarang. Semangat pemuda pada saat itu untuk saling bertukar pikiran mendiskusikan hal-hal yang mampu merubah tatan sosial, politik dan ekonomi hendaknya terus digalakan dan digelorakan.
Oleh karena itu pemuda harus terus mewarisi budaya bangasa, yakni spirit gotong royong. Hal itu penting sebab gotong royong memuat semangat komunal dan kehendak terhadap kebaikan bersama. Dengan demikian, harus di hidupkan kembali agar pemuda bisa saling menghormati satu sama lain dan mempunyai moralitas yang tinggi. Dengan mempunyai jiwa muda dalam membangun bangsa yang memiliki rasa persatuan, mandiri, demokratis dan kritis, maka sudah menjadi modal besar untuk menghadapi peralihan tatanan kehidupan serta keberlasungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Diatas itu, yang utama adalah mewujudkan tatanan kenegaraan sesuai amanat konstitusi dan filosofi dasar Pancasila.
Peran pemuda sangat penting dalam menyikapi kemajuan teknologi dan menjadi corong atas kehendak dan keresahan masyarakat dalam menjawab semua tantangan yang di perlukan. Seperti yang kita ketahui pemuda adalah lokomotif perubahan, menjadi ujung tombak terdepan dalam kemajuan bangsa. Dalam hal ini, pemuda harus berperan aktif di dalam aspek ekonomi, sosial, budaya dan politik.
Apa lagi kita menghadapi era bonus demografi, dimana usia pemuda sangat dominan pada tahun 2035. Jangan sampai hadirnya bonus demografi menjadi bencana untuk Indonesia sendiri. Karena pemuda tidak memiliki nilai pendidikan yang bagus dalam menciptakan moralitas di kalangan pemuda.
Mengutip cerita Eko Laksono buku Imperium 3 ” Setiap pagi di Afrika, seekor kijang terjaga. Ia tahu, ia harus berlari lebih cepat dari singa tercepat, atau ia akan mati. Dan setiap pagi seekor singa terjaga. Ia tahu ia harus bisa mengejar kijang terlambat, atau ia akan mati kelaparan. Tidak peduli Anda singa atau kijang. Ketika matahari mulai terbit, Anda harus mulai berlari”.
Dengan mengutip cerita di atas pemuda harus menjadi yang terdepan dalam menyikapi semua permasalahan yang ada dan harus lebih cerdas dalam menjaring informasi jangan sampai pemuda terlena dengan hasrat yang selalu mengarah ke hal yang negatif.