Oleh : Siti Indrawati (Sekkum UKPKM MEDIAUnram)
Sebuah hutan, hiduplah dua orang yang bertetangga. Kedua orang itu tampak berbeda meskipun sama-sama tinggal dihutan. Yang satunya berwarna putih bak salju yang baru turun dari langit, yang satunya lagi berwarna hitam kecoklatan dengan tahi lalat yang memenuhi hampir seluruh bagian mukanya. mereka tinggal bersebelahan satu sama lain di sebuah rumah dengan danau membentang luas di sekitarnya.
Si kulit hitam bernama Gavina, ia selalu tampak ceria dan aktif menjelajahi hutan kesana kemari. Sedangkan si kulit putih bernama Gauri yang selalu menyendiri dan tidak suka bergaul dengan orang lain disekitarnya.
Suatu hari, cuaca tampak cerah. hutan yang semula tampak suram kini lebih bercahaya akibat pancaran matahari yang cerah. Ada seorang Wanita yang berkulit hitam duduk di tepi danau sembari menikmati air yang bergerak akibat terpaan angin. Wanita tersebut tampak tersenyum dengan sangat manis dan berjalan menuju rumah dekat pohon besar tempat Gavina dan Gauri itu tinggal. Gavina berencana untuk mengajak Gauri bermain di padang rumput di dekat danau. Disana udaranya sangatlah sejuk dan cocok untuk bermain.
“Gauri keluarlah! Mari kita bermain bersama,” ucap Gavina sembari menekan bell kecil yang ada dirumahnya Gauri.Â
Tidak ingin menyerah, Gavina terus menekan bell itu hingga menimbulkan suara yang cukup berisik. Karena Gavina jelas tau jika Gauri tengah berada di dalam, oleh karena itu ia terus saja menekan bell rumahnya sampai Gauri keluar.Â
Kedua mata bulatnya berbinar saat berhasil membuat Gauri keluar sampai melompat lompat kesenangan dan penuh semangat.Â
“Gauri, mari bermain bersamaku,” ucapnya kembali dengan nada riang.Â
Bukannya membalas, Gauri malah hanya terdiam sembari menatap Gavina yang masih melompat-lompat tinggi. wajahnya tampak tak terlihat senang, jutek dan mengepalkan kedua tangan didepan dadanya.
“Kenapa kamu berisik sekali, aku ingin tertidur dengan tenang! Pergi dari sini! ” ucapnya dengan wajah marah.Â
Gavina yang tadinya tengah melompat kini terdiam langsung saat mendengar ucapan Gauri, wajah yang tadinya ceria mulai menghilang. Ia tertunduk malu dihadapan Gauri.Â
“Apakah kamu tidak ingin bermain denganku?” tanya Gavina membuat Gauri semakin kesal.Â
Si kulit putih itu Manaikkan volume suara yang begitu keras. “aku tidak sudi bermain dengan orang yang berkulit hitam sepertimu! aku ini orang yang cantik, sedangkan kau berwana hitam, jelek lagi”, sarkasnya sontak membuat Gavina terkejut dengan ucapan Gavina si kulit putih yang sudah ia anggap sebagai teman itu.Â
“Kenapa ucapanmu sangat kasar, aku hanya megajakmu bermain ke padang rumput di depan danau. Disana banyak sekali buah dan hewan-hewan kecil yang juga sedang bermain,” jelas Gavina masih mencoba untuk tidak kesal.Â
“Pergi saja sendiri, kenapa mesti mengajakku, aku tidak ingin bergabung dengan orang-orang yang jelek seperti kalian!” balas Gauri dengan keras membuat Gavina tidak menyangka dengan kata-kata kasar yang dikeluarkan Gauri.Â
Sebelum benar-benar masuk kembali ke dalam rumahnya, si kulit putih itu berkata, “Jangan pernah mengajakku bermain lagi, sampai kapanpun aku tidak akan pernah mau bermain denganmu yang jelek.”Â
Gavina terdiam dengan wajah yang berkaca-kaca, hatinya merasa sakit dihina seperti itu. Apalagi oleh orang yang sudah ia anggap sebagai temannya itu. Semenjak kejadian tersebut ia berjanji tak akan perah mengajak Gauri bermain lagi, hatinya terlalu sakit saat mengingat perkataan si kulit putih tersebut.Â
Kedua hubungan mereka semakin merenggang, Gauri si kulit putih itu bahkan tak merasa bersalah dengan kelakuannya itu. ia benar-benar terlihat membenci Gavina yang berklit hitam itu. Namun, suatu hari ada sebuah kejadian yang membuat si kulit putih itu tersadar dengan perbuatan yang telah ia lakukan.
Suatu hari, hujan lebat melanda hutan. Sungai-sungai kecil meluap, menciptakan arus yang deras dan berbahaya. Gauri keluar dari rumah dan berusaha mencari tempat perlindungan. Dengan sigap, Gauri segera melompat ke atas sebuah batu besar yang terletak di tepi sungai. Namun tak berselang lama, panik dan bingung. Ia tidak tahu harus pergi ke mana lagi. Tanpa berpikir panjang, Gauri berlari ke tepi sungai dan terhanyut oleh arus air yang deras. Ia berteriak minta tolong, tetapi tidak ada yang bisa membantunya.
Bertepatan dengan itu Gavina yang tengah berlindung dari hujan di bawah pohon melihat kejadian itu, ia segera berpikir bagaimana cara untuk menyelamatkan Gauri. Dengan kepandaian dan kecepatannya, Gavina melompat ke sungai dan berenang melawan arus yang kuat. Ia berhasil mencapai Gauri itu yang hampir tenggelam dan menariknya ke tepi sungai dengan susah payah.
Setelah menyelamatkan Gauri, Gavina menarik Gauri untuk duduk di tepi sungai, basah kuyup dan lelah. Gauri pun langsung merasa bersalah dan berkata, “Terima kasih, Gavina. Aku bodoh karena tidak berpikir dengan baik. Kau sangat cerdik, baik hati dan pemberani”.
Gavina tersenyum dan menjawab, “Tidak apa-apa, Gauri. Setiap orang memiliki kelebihan dan kelemahan. Kita saling melengkapi satu sama lain. Kita adalah teman, dan kita harus selalu saling membantu.”
Mendengar itu lantas membuat Gauri teringat akan perkataanya yang telah menyakiti Gavina. Ia sudah berbuat jahat namun Gavina mau membantunya dalam kesusahan seperti tadi. Sungguh ia sangat merasa bersalah dan menyesal.Â
“Gavina, sekali lagi maafkan aku ya. Hari itu aku sudah berkata kasar padamu. Maaf karena sudah membencimu dulu”, ucapnya dengan penuh penyesalan.
Gavina yang mendengar itu lantas tersenyum dengan tulus. “Tidak apa-apa, dari awal aku sudah memaafkanmu. Sekarang kita harus mulai berteman ya”.Â
Tanpa ragu Gauri mengangguk dengan cepat, ia tidak ingin menyia-nyiakan teman yang baik seperti Gavina lagi. Ia juga berjanji tidak akan berkata-kata kasar dan menjelekkan orang lain lagi. karena kita tidak tau di masa depan bisa saja orang yang kita benci menolong kita diwaktu sulit.
Dari kejadian itu, Gauri dan Gavina menjadi teman yang tak terpisahkan. Mereka saling menghargai dan belajar dari satu sama lain. Gavina dan Gauri belajar menjadi orang yang lebih baik lagi. Dan Bersama-sama, mereka menjelajahi hutan dengan penuh kebahagiaan dan persahabatan yang abadi