Kerajinan gerabah yang umumnya ditekuni oleh kaum perempuan ini turun temurun. Namun kini generasi terus berganti, sudah mulai jarang ditemui pegiat kerajinan gerabah.
Media Unram – Sebagai wilayah sentral gerabah yang ada di Lombok, Desa Banyumulek yang berada di Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat (Lobar) nampaknya mulai memudar.
Salah satu pegiat gerabah, Misnah, menjelaskan bahwa kegiatan pembuatan kerajinan gerabah mengalami pasang surut.
“Memuncak pada tahun 2000an hingga akhirnya mulai meredup pada tahun 2017 lalu,” katanya saat ditemui Media Unram, Sabtu (15/7).
Perempuan yang mulai menekuni kerajinan gerabah sejak usia 15 tahun itu menjelaskan, generasi yang diharapkan mampu melestarikan memilih menekuni bidang lain.
“Ada yang fokus dengan pendidikannya juga,” tuturnya.
Sekitar tahun 90an, 80 persen penduduk Desa Banyumulek menggeluti kerajinan gerabah sebagai salah satu sumber mata pencaharian penduduk.
Banyak produk yang didistribusikan ke luar pulau, seperti Bali, Jawa hingga mancanegara.
Kerajinan gerabah yang umumnya ditekuni oleh kaum perempuan ini turun temurun. Namun kini generasi terus berganti, sudah mulai jarang ditemui pegiat kerajinan gerabah.
Misnah juga menjelaskan dampak Covid-19 bagi pegiat gerabah. “Pandemi ini tidak berpengaruh karena gerabah yang saya buat hanya dijual di daerah Lombok saja, dan saya membuat berdasarkan permintaan dari pengepul,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang berbeda, Media Unram menemui Arifin selaku distributor yang kini telah memiliki Art Shop di Pulau Bali.
“Berdasarkan model dan motif menurut saya sangat berkembang, tidak melulu model itu saja seperti tahun-tahun lalu. Sekarang sudah lebih banyak variasinya. Tetapi pegiatnya semakin menurun.” bebernya saat ditemui di gudang produksi miliknya.
Arifin juga memaparkan, bahwa pandemi Covid-19 cukup mengganggu pemasaran sehingga jam operasi Art Shop miliknya tak menentu.
Namun, dia memanfaatkan media online sebagai wadah transaksi dari luar pulau hingga luar negeri. (B)